Aku dunia yang hidup pada dunia
Begitu juga kau,
kalian
Dan matahari itu bak raja yang bertahta
Aku dunia yang hidup pada dunia
Tapi aku dunia, percayalah
Manusia terlahir dengan hati sebening
embun, seputih salju, tanpa noda setitikpun, begitulah fitrahnya. Namun
polusi dunia mengkontaminasi hati itu. Berapa banyak gadis yang dahulu memiliki
binar keceriaan, kini menerawang masa depannya yang kian buram?. Dulu ia
mungkin si gadis berkepang dua yang setiap hari menyenandungkan
nyanyian khas anak-anak, semisal
”Bintang kecil
dilangit yang biru.. amat banyak menghias angkasaaaaa” sambil menatap bintang yang tak
lelah menyanding malam (langit malam perasaan gelap
deh.. kok di syair warnanya biru y??:p). Gadis itu sendu,
meski sesekali tertawa namun tatap matanya tak bisa menipu. Memang
membingungkan, tapi ialah yang kehilangan fitrah.
Masa
muda ternyata begitu melenakan, bagi dia yang terlampau lugu. Semua seolah
berlomba mengikuti figur yang dipujanya, tanpa berpikir dampaknya dimasa depan. Dan aku
tak mau itu, karenanya izinkan aku menjadi pemberontak sejati. Meski dicap berbeda oleh
mereka, dicibir sok suci atau apalah, tak mengapa. Sekali lagi hidup itu pilihan.
Langkah hari ini biarlah tetap kutempuh meski terkadang lelah menyergap. Lelah adalah bagian dari
perjalanan, masih banyak tikungan yang lebih terjal dari ini. Membasuh niat
agar tetap putih harus tetap dilakukan. Sebab debu iri, riya dan sifat tercela
lainnya ada dimana-mana dan siap hinggap mengotori hati.
#
Epilog ...Dia masih gadis klasik yang menanti cintanya. Ia hanya berpegang pada
janji-Nya“Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik.
Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi
mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga)” (Qs. An Nuur (24) : 26)...
Created : 18 Desember 2011
No comments:
Post a Comment