Wednesday, June 26, 2013

Koas Punya Cerita~Catatan Akhir Koas

Mba koas Sisca akhirnya pensiun juga... Alhamdulillah... Dunia per"koas"an saya akhirnya tutup buku. Pembaca pastinya sudah sangat familiar dengan buku kocak bikinan para mantan koas, dan saya juga tak hendak mengulang cerita-cerita mereka. Saya hanya ingin berbagi sekelumit kisah unik yang saya alami selama mengarungi kepanitraan klinik 2 tahun terakhir. Warning!! Penilaian ini sangatlah subyektif. Pertama saya akan mengelompokkan stase berdasarkan beberapa kategori ; TER-Galau, TER-Syerem, TER-Eksis, TER-Biasa, dan TER-Baik. Okeeh langsung saja ke kategori pertama...
~TER-GALAU~ (ngikutin tren sekarang, nampaknya kategori ini kudu wajib ada :D)
Nominasinya adalaaaaaaaaaaaah (gaya presenter Panasonic Awards); Stase Ilmu Bedah & Ilmu Kesehatan Anaaaaaak.......
1.      Stase Ilmu Bedah
Memasuki stase Bedah seperti memasuki sebuah labirin yang penuh misteri. Stase ini penuh dengan rentetan peraturan-peraturan tidak tertulis, dengan nuansa senioritas yang kental manis.. eits.. kental banget -_-“. Kenapa galau?? becoz, kami dituntut untuk sering sekali berinteraksi dengan konsulen (spesialis bedah). Entah dalam rangka lapor pasien pre operasi, lapor pasien baru, lapor pasien post op, lapor pasien yang gawat dan aneka jenis “lapor” yang lain. Interaksi yg sedemikian sering inilah yang menjadi asal muasal lahirnya kegalauan dikalangan para koas. Banyak lapor bisa meningkatan peluang untuk banyak melakukan kesalahan. Banyak melakukan kesalahan, otomatis akan meningatkan frekuensi hukuman (entah tambah jaga, hukuman tugas serupa referat atau prolong stase) yang pasti dalam bentuk apapun itu, semuanya bukan pilihan yang enak :’(
Adapun bedah di tempat saya koas terbagi menjadi 3 sub bagian yakni bedah umum, bedah ortopedi dan bedah saraf. Ketiganya dihuni oleh tipikal konsulen yang rupa-rupa warnanya juga membuat bumbu galaunya bertambah seru. Stase ini saya lewati bersama 2 rekan galauers lainnya. Mba koas R yang akrab disapa BBLR (coz berbadan kecil dengan riwayat kelahiran prematur :D) dan mas koas Y. Apaah cuman ber3??!! Iyap betul sekali! stase yang sarat dengan kegalauan ini hanya dihuni oleh 3 pejuang galau. Sebetulnya kandidatnya ada 4 orang, hanya satu rekan yang lain tereliminasi karena belum menamatkan stase IPD (Ilmu Penyakit Dalam) atau IKA yang disyaratkan SMF kami. Tapi tenang saja, kami masih di beking oleh 4 org senior yang sudah membentuk antigen antigalau. Meski demikian, konsekuensi yang paling menyebalkan dari hilangnya 1 orang  pejuang galau adalah jadwal jaga kami yang sungguh tidak elok dipandang mata. Bayangkan saja, jadwal yang terpampang nyata itu secara defakto mewajibkan kami jaga malam 2 hari berturut-turut diselingi libur sehari lalu kembali jaga 2 hari berturut-turut, begitu seterusnya selama 10 minggu. Jaga malam harus kami lewati di dua RS yang berbeda, satu di RSUD sedang satunya lagi di RSB (Rumah Sakit Bedah) milik konsulen kami. Bahkan dipengunjung minggu ke-5 yang kelam, kami harus jaga malam 3 hari berturut-turut. Hal lain yang menarik (baca: menyesakkan hati.. *nebuu pleaseee T_T) adalah stase ini mensyaratkan ujian diluar siklus, dengan prolong minimal 2 minggu. Jadi setelah selesai stase, kami belum diwisuda sebagai koas bedah dan harus mengikuti ujian lagi diwaktu yg belum bisa ditentukan. Penulis baru ujian beberapa waktu lalu, meski sudah menamatkan stase ini 1 tahun yang lalu. Dengan pertimbangan-pertimbangan diatas maka sangatlah layak memasukkan stase ini sebagai kandidat terkuat stase ter-galau.


2.      Stase Ilmu Kesehatan Anak
Stase anak adalah stase unyuu.. kata syapaaa?? Iya sih anak-anaknya mungkin pada unyu-unyu, tapi tidak dengan koasnya. Seharusnya ini adalah stase perdana saya namun karena ketidaksiapan saya menghadapi “keras”nya dunia per'koas'an, akhirnya stase ini mejadi stase ke3 saya, setelah Forensik dan Obgyn. Kata rekan koas yang lain, stase anak sebetulnya tidaklah terlalu galau, hanya saja karena saya menjalaninya saat tengah memasuki masa-masa galau, maka stase ini akhirnya didaftarkan pada kategori ini :D à berikut alasan sebenarnya;

Ø  Stase ini harus kami lewati tanpa adanya bimbingan dari para senior, sebab ini adalah satu-satunya stase besar yang tidak mensyaratkan kehadiran senior. Alhasil kami bersembilan harus gagah menjalani stase ini tanpa dikawal para tetua adat (baca : senior).
Ø  Saya 2 kali bolak balik masuk stase ini. Seperti sudah disinggung pada cerita diatas, saya sebelumnya pernah mencicipi stase ini selama seminggu, sebelum akhirnya menyerah. Perihal alasan mengapa saya mundur pernah sedikit saya ceritakan pada tulisan sebelumnya (baca : Why RSUD S??).
Ø    Pasien di bangsal anak dan perinatologi banyaknya gak kira-kira... alaways on and full bed, dan cukup buat ngabisin 1 pulpen sehari -_-" (baca : Hiperbola). Interaksi dengan konsulen juga cukup intens utamanya mengkonsul bayi-bayi dan atau adek-adek yang “bermasalah”.
Ø  Stase dengan konflik intern terbanyak. Yup stase ini aku tergabung bersama senior-senior yang sudah menyelesaikan separuh kepanitraan kliniknya, sangat rentan konflik terutama ketika koas pendatang dari reguler lain ternyata patologis. Saya? jangan tanya, hanyalah seorang anak bawang yang masih sangat polos dan ngintilin seniornya. Sebagai penutup inilah stase dengan nilai yudisium terkecil selama saya koas. So, bye-bye SpA...

* Et causa harus ke kampus, jadi sekian dulu tulisan saya kali ini. Sempat tidak sempat nanti dilanjutkan (InsyAllah selama hayat masih di kandung badan :)... BuBye...

Saturday, June 01, 2013

Refleksi; Hukum Sebab-Akibat

Karena bertanya tidak membuatmu berdosa, maka aku pun memberanikan diri bertanya sesuatu; tentang sebuah 'rahasia Tuhan'. Pernakah kamu berfikir kenapa Tuhan tidak menyegerakan sebuah sistem hukuman yang bernama “sebab-akibat”?. Sebab berbohong, akibatnya hidung bertambah panjang (baca; Pinokio). Sebab sombong, akibatnya dikutuk buruk rupa?(baca; Beauty and the beast). Sebab durhaka, akibatnya dikutuk menjadi batu (baca; Malin Kundang). Kalau ini berlaku bayangkan betapa banyak Pinokio, manusia berwajah monster, dan manusia batu yang bertebaran???. Hal ini mudah saja jika Beliau mengendaki. Tapi tidak, beliau tak melakukannya karena sebuah alasan sederhana; “Sayang”, itulah petanda kasih sayang Tuhan.

Tengoklah dunia per-"koas"an; jika membuat membuat konsulen tersinggung sedikit saja, tak main-main prognosa kelulusannya langsung divonis “ad malam”. Sedang jika membuat Tuhan tersinggung, meninggalkan perintahnya, menjalankan larangannya itu gimana prognosanya?.” Jawabannya mungkin beragam tapi miniminal “dubia” masih sangat mungkin. Percayalah selama hayat dikandung badan, selalu terbuka pintu untuk mengapai magfirah-Nya.

Tidak ada yang lebih menakjubkan dibandingkan menafakuri hakikat 'kasih sayang Allah'. Sungguh, kasih sayang-Nya menjangkau sudut-sudut gelap yang tidak dihuni cahaya sekalipun. Betapa banyak manusia yang hidup serba punya, tapi lalai mengingatnya barang sedetik?

Kita mudah jatuh hati pada orang yg terus menerus menebarkan kebaikan. Kita bisa jatuh hati pada orang yg terus menerus mengasihi kita. Pasti akan, hanya waktunya saja yang berbeda-beda. Ada hati yang sifatnya mudah meleleh (baca; tersentuh) dengan perhatian-perhatian kecil, ada pula yang baru luluh setelah dilimpahi kebaikan sekkian lama. Prinsipnya hati kita akan sejatinya tercipta mudah jatuh, jika dijejali pemberian.

Lantas, apakah kita tidak jatuh hati pada sang maha pemberi anugerah tak tara itu? Nikmat sehat, air, udara, jantung yang terus berdetak dan nikmat lainnya yg tak terhitung jumlahnya. Meski air dilautan dijadikan tinta untuk menulis kebaikan Tuhan pada kita, niscaya tak akan cukup. Juga apakah kita tidak jatuh hati pada yg Maha pengasih? Setiap hari diberikannya kita rizki untuk hidup, dilindunginya dari kesukaran, dituntun menuju terang dan seabreg bentuk kasih-Nya yang diam-diam diselipkannya ditiap detik yang membingkai siang dan malam.

Tentang jawabannya pastinya, biarlah hati kita yang mendefinisikan masing-masing. Simpulannya, mungkin karena Allah memberikan kita semua kesempatan untuk berubah. Allah menutup aib kita, menutup dusta kita, maksiat, kebiasaan buruk kita, agar kita semua memiliki kesempatan berubah. Namun jangan lupa jika sesungguhnya azab-Nya sangatlah pedih. Semoga kita termasuk orang-orang yang berfikir dan mendapat syafaat-Nya kelak dihari kemudian. Aamin.

#Serang, 1 Juni 2013

Memoar; Tentang sebuah cita-cita

Hidup adalah sebuah pilihan… *Sebuah tulisan 4 tahun yang lalu...
Sikap kita terhadap kehidupan, menentukan sikap kehidupan kepada kita. Aku ada disini sekarang, detik ini.. semua karena cinta.. Yup dari sang Maha Pecinta pastinya!^_^). Sebab ini adalah pilihanku, yah pilihan hidup yang telah ku ambil. Pilihan yang harus dibayar dengan banyak hal yang mungkin akan serupa menonton telenovela berpuluh-episode jika harus diceritakan detailnya.
Orangtuaku terlalu demokratis, beliau tak pernah mendikte anaknya menentukan jalan hidupnya. Beliau memberi anak-anaknya kebebasan untuk menentukan masa depannya sendiri. Prinsip mereka ‘Setiap anak pasti punya benderanya masing-masing’, Nah bendera itulah yang harus direbut dengan tekad, keberanian, kemauan, dan kerja keras .. Bukan karena mereka.. bukan karena orang lain.. bukan karena siapa-siapa, tapi karena kita sendiri yang mau merebutnya. Karena kita yakin itu bendera kita, ‘masa depan’ kita.
Kita takkan pernah mencapai kesuksesan sesungguhnya, hingga kita menyukai apa yang sedang kita kerjakan. Kenapa ingin jadi dokter?? pertanyaan itu pernah berkelebat di benakku. Awalnya ingin jadi dokter karena inilah cita-cita yang acap kali aku ucapkan sejak kecil (Saat itu ku sama skali tidak memiliki gambaran tentang apa itu dokter, selain orang dengan jas putih yang terlihat "gagah"). Ketika tiba hari untuk memutuskan ingin menjadi apa.. ingin kuliah dimana.. dan seterusnya. Maka kebingungan sempat menderaku. Ada beberapa profesi yang sempat menarik minatku saat itu (selain dokter), seperti psikolog, jurnalis dan ilmu biologi. Setelah berpikir setengah matang (Pikirannya ababil), akhirnya ku putuskan tuk membuat cita-cita masa kecilku itu jadi nyata. Jalan yang ku tempuh tak semulus dugaanku. Aku harus menjalani tahun di sebuah kota yang asing, dimana tak seorangpun ku kenal.. dan yang pasti ku harus membendung asaku kuliah di Fakultas Kedokteran di tahun yang sama ketika aku lulus. Sekali lagi dititik ini hidup kembali menghadirkan pilihan. Aku lalu memilih kuliah setahun disalah satu kampus terbaik di Jawa Timur meski dijurusan pilihan keduaku.
Setahun berselang pintu tuk menggapai asaku terbuka, jalan kembali ku rentas. Tapi cukupkah sebagai bekalku tuk menempuh kuliah di kedokteran yang konon kabarnya terkenal sulit dan membosankan?? Akh, ternyata tidak.. Pondasiku ternyata belum begitu kuat menyangga cita-citaku semata. AKu harus mencari amunisi lain, alasan kuat lain yang bisa menyempurnakan niatku; "Aku ingin jadi dokter muslim, aku ingin kelak bisa beramal lewat jalan ini.." Kemudian datang pertanyaan yang mengusik konsistensiku; "Apakah ini impian sesaat?" Semoga saja tidak!. Sebab semua impian dapat bermuara pada kenyataan, jika kita punya keberanian untuk meraihnya.
~Ketika malam bertandang dan bumi menangis..~