Wednesday, April 24, 2013

Perempuan Sempurna, Siapakah Kau?

Ketika akhirnya saya dilamar oleh seorang lelaki, saya luruh dalam kelegaan. Apalagi lelaki itu, kelihatannya ‘relatif’ sempurna. Hapalannya banyak, shalih, pintar. Ia juga seorang aktivis dakwah yang sudah cukup matang. Kurang apa coba? Saya merasa sombong! Ketika melihat para lajang kemudian diwisuda sebagai pengantin, saya secara tak sadar membandingkan, lebih keren mana suaminya dengan suami saya. Sampai akhirnya air mata saya harus mengucur begitu deras, ketika suatu hari menekuri 3 ayat terakhir surat At-Tahrim. Sebenarnya, sebagian besar ayat dalam surat ini sudah mulai saya hapal sekitar 10 tahun silam, saat saya masih semester awal kuliah. Akan tetapi, banyak hapalan saya menguap, dan harus kembali mengucur bak air hujan ketika saya menjadi satu grup dengan seorang calon hafidzah di kelompok pengajian yang rutin saya ikuti. Ini terjemah ayat tersebut:

66:10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. “Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)".
66:11. Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim".
66: 12. Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.

SEBUAH KONTRADIKSI
Ada 4 orang yang disebut dalam 3 ayat tersebut. Mereka adalah Istri Nuh, Istri Luth, Istri Firaun dan Maryam. Istri Nuh (IN), dan Istri Luth (IL) adalah symbol perempuan kafir, sedangkan Istri Firaun (IF) dan Maryam (M), adalah symbol perempuan beriman. Saya terkejut, takjub dan ternganga ketika menyadari bahwa ada sebuah kontradiksi yang sangat kuat. Allah memberikan sebuah permisalan nan ironis. Mengapa begitu?

IN dan IL adalah contoh perempuan yang berada dalam pengawasan lelaki shalih. Suami-suami mereka setaraf Nabi (bandingkan dengan suami saya! Tak ada apa-apanya, bukan?). Akan tetapi mereka berkhianat, sehingga dikatakanlah kepada mereka, waqilad khulannaaro ma’ad daakhiliin… Sedangkan antitesa dari mereka, Allah bentangkan kehidupan IF (Asiyah binti Muzahim) dan M. Hebatnya, IF adalah istri seorang thaghut, pembangkang sejati yang berkoar-koar menyebut “ana rabbakumul a’la.” Dan Maryam, ia bahkan tak memiliki suami. Ia rajin beribadah, dan Allah tiba-tiba berkehendak meniupkan ruh dalam rahimnya. Akan tetapi, cahaya iman membuat mereka mampu tetap bertahan di jalan kebenaran. Sehingga Allah memujinya, wa kaanat minal qaanithiin…

PEREMPUAN SEMPURNA
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik wanita penghuni surga itu adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim istri Firaun, dan Maryam binti Imran." (HR. Ahmad 2720, berderajat shahih). Empat perempuan itu dipuji sebagai sebaik-baik wanita penghuni surga. Akan tetapi, Rasulullah saw. masih membuat strata lagi dari 4 orang tersebut. Terpilihlah dua perempuan yang disebut sebagai perempuan sempurna. Rasul bersabda, “Banyak lelaki yang sempurna, tetapi tiada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya keutamaan Asiyah dibandingkan sekalian wanita adalah sebagaimana keutamaan bubur roti gandum dibandingkan dengan makanan lainnya.” (Shahih al-Bukhari no.3411).

Inilah yang membuat saya terkejut! Bahkan perempuan sekelas Fathimah dan Khadijah pun masih ‘kalah’ dibanding Asiyah IF dan Maryam binti Imran. Apakah gerangan yang membuat Rasul menilai semacam itu? Ah, saya bukan seorang mufassir ataupun ahli hadits. Namun, dalam keterbatasan yang saya mengerti, tiba-tiba saya sedikit meraba-raba, bahwa penyebabnya adalah karena keberadaan suami. Khadijah, ia perempuan hebat, namun ia tak sempurna, karena ia diback-up total oleh Muhammad saw., seorang lelaki hebat. Fathimah, ia dahsyat, namun ia tak sempurna, karena ada Ali bin Abi Thalib ra, seorang pemuda mukmin yang tangguh. Sedangkan Asiyah? Saat ia menanggung deraan hidup yang begitu dahsyat, kepada siapa ia menyandarkan tubuhnya, karena justru yang menyiksanya adalah suaminya sendiri. Siksaan yang membuat ia berdoa, dengan gemetar, "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim." Siksaan yang membuat nyawanya terbang, ah… tidak mati, namun menuju surga. Mendapatkan rizki dan bersukaria dengan para penduduk akhirat. Bagaimana pula dengan Maryam? Ia seorang lajang yang dipilih Allah untuk menjadi ibunda bagi Nabi Isa. Kepada siapa ia mengadu atas tindasan kaumnya yang menuduh ia sebagai pezina? Pantas jika Rasul menyebut mereka: Perempuan sempurna…

JADI, YANG MENGANTAR ke Surga, Adalah Amalan Kita, bukan karena (sekadar) lelaki shalih yang menjadi pendamping kita. Suami yang baik, memang akan menuntun kita menuju jalan ke surga, mempermudah kita dalam menjalankan perintah agama. Namun, jemari akan teracung pada para perempuan yang dengan kelajangannya (namun bukan sengaja melajang), atau dengan kondisi suaminya yang memprihatinkan (yang juga bukan karena kehendak kita), ternyata tetap bisa beramal dan cemerlang dalam cahaya iman. Kalian adalah Maryam-Maryam dan Asiyah-Asiyah, yang lebih hebat dari Khadijah-Khadijah dan Fathimah-Fathimah. Sebaliknya, alangkah hinanya para perempuan yang memiliki suami-suami nan shalih, namun pada kenyataannya, mereka tak lebih dari istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Yang alih-alih mendukung suami dalam dakwah, namun justru menggelendot manja, “Mas… kok pergi pengajian terus sih, sekali-kali libur dong!” Atau, “Mas, aku pengin beli motor yang bagus, gimana kalau Mas korupsi aja…” Benar, bahwa istri hebat ada di samping suami hebat. Namun, lebih hebat lagi adalah istri yang tetap bisa hebat meskipun terpaksa bersuamikan orang tak hebat, atau bahkan tetapi melajang karena berbagai sebab nan syar’i. Dan betapa rendahnya istri yang tak hebat, padahal suaminya orang hebat dan membentangkan baginya berbagai kemudahan untuk menjadi hebat. Hebat sebagai hamba Allah! Wallahu a’lam bish-shawwab. 

Repost: http://www.afifahafra.net/2011/06/perempuan-sempurna-siapakah-kau.html


Tuesday, April 23, 2013

Fatamorgana Sahabat


Sahabat lazimnya memiliki arti yang sangat penting bagi setiap kita khususnya yang tengah bertumbuh di masa mudanya. Bahkan beberapa survei pernah mengklaim bahwa para remaja cenderung mengutamakan sahabatnya ketimbang keluarganya sendiri. Akupun mungkin pernah berada pada masa itu. Saat dimana teramat mengagumi pesona persahabatan, kemudian tiba-tiba terhempas di satu titik yang tak lagi percaya dengan kata itu. Saat “persahabatan” tak lebih sekedar fatamorgana belaka, sebentuk kata tanpa makna. Arti persahabatan ternyata tak se“sakral” yang kukira, kesimpulan ini tentu tak serta merta hadir tanpa ihwal yang jelas. Warna yang semula cerah ceria itu luntur, hingga suatu ketika semuanya terlihat transparan.

Butuh waktu untuk membuat semuanya seperti sediakala, saat aku bisa kembali tersenyum memandangi wajah mereka satu persatu. Butuh lebih dari ribuan detik untuk bisa membuatku kembali percaya bahwa sahabat sejati itu mungkin adanya. Karena pembuktian kesejatian memerlukan proses yg tak bisa dibilang singkat, dan pastinya butuh kesabaran untuk menunggu keringnya luka yang pernah mengaga. Ingat, ini bukan perkara yg mustahil meski tak bisa dibilang mudah.

Ada sebuah jalan diagonal yang mungkin bisa membuat waktu tempuhnya lebih singkat dari perkiraan awam. “Memaafkan tanpa pernah mengharap kata maaf”, sebab mungkin tak ada yang akan pernah ada benar-benar berucap maaf. Terapi yang mungkin bisa lekas membuat luka itu mengering, namun sepertinya masih tak cukup untuk membuatnya sembuh sempurna tanpa bekas. Selain itu tetap meneruskan langkah tanpa menoleh kebelakang, sekali lagi mungkin bisa menjadi penawar yang mujarab. Terus berjalan dan menanti kejutan perjumpaan dengan mereka yang lain, sembari berdoa kesejatian itu lolos dari ujian berat sang waktu.

Terima kasih untuk kalian yang pernah berbagi senyum, tawa bahkan tangis bersama. Tak ada yang patut disalahkan jika memori indah itu perlahan memudar. Semua karena kita terus melangkah, lalu tanpa sadar berjalan ke arah kutub yang berbeda. Apapun itu percayalah tak pernah ada yang kebetulan didunia ini, termasuk pertalian dan pertemuan kita. Hanya saja sifat lemah kita yang pelupa kerap alpa mensyukurinya. Semoga akan datang kembali perjumpaan lain, yang lalu membuat semuanya kembali menghangat dan  membingkai kenangan baru yang mungkin sejati.

~03.35/23413~

Sunday, April 21, 2013

Why RSUD "S"?

Bismillahrirrahmanirrahim.

Awal tahun 2011 lalu saya baru saja meraih gelar sarjana kedokteran umum disebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Meskipun lulus tepat waktu (3,5 tahun) namun IPK yang berada di kelompok rata-rata, jelas merefleksikan usaha yang saya kerahkan semasa kuliah jauh dari maksimal. Selepas itu saya harus menjalani kepanitraan klinik (ko-ass) di sebuah Rumah Sakit yang bisa dipilih (karena kami tidak memiliki RS pendidikan sendiri maka pihak universitas berkerja sama dengan beberapa RS, sehingga kami bisa menjalani ko-ass disana). Dari sekian banyak pilihan saat itu, entah mengapa saya memilih RS yang konon kabarnya paling “angker” dibanding yang lain, sebut saja RSUD “S”. Dari kabar yang beredar RS ini terkenal dengan aturan yang ketat, paramedis yang kurang bersahabat dengan ko-ass dan serangkaian cerita tidak mengenakkan lainnya. Singkatnya ko-ass disana prognosisnya disebut dubia ad malam, dengan kata lain kemungkinan besar akan bernasib menyedihkan . Saya sendiri tidak habis pikir dari mana keberanian itu datang mengingat dulu ketika pertanyaan mau ko-ass dimana terlontar, dengan lantang dan tegas saya menjawab “dimana saja, yang penting bukan di RSUD S”.
Stase perdana saya adalah dibagian Ilmu Kesehatan anak, namun sedihnya saya hanya sanggup bertahan 1 minggu sebelum akhirnya memutuskan menyerah. Selain tahap adaptasi dengan lingkungan baru, tekanan dari berbagai sisi baik konsulen (dokter spesialis), perawat, ko-ass senior, pasien, ditambah masalah internal keluarga menjadi momok menakutkan bagi saya saat itu. Mental saya remuk, semangat juang saya padam. Saya yang sudah mengecap pahit manis merantau di Surabaya dan Jakarta sendirian, dibuat tak berkutik disini.

April 2011 secara tak sengaja saya menemukan sebuah buku tentang motivasi dikamar kos salah seorang teman. Buku ini seperti oase ditengah dahaga asa saya. Saya yang tadinya telah menulis pengunduran diri dan permintaan pindah ke RS lain, kembali berpikir ulang. Jika senior-senior saya bisa melaluinya mengapa saya tidak?, lantas apa bedanya saya dengan mereka?, mengapa saya harus kalah? dan sederet tanya lain mulai berkecamuk. Saya menyadari bahwa tidak ada alasan yang pantas bagi saya untuk melarikan diri. Bukankah laut yang riak menghasilkan pelaut yang handal?. Kenyamanan dan nilai bagus yang bisa dengan mudah didapat ditempat lain, tak lagi menjadi prioratas saya. Saya memutuskan untuk kembali memulai semuanya dari awal.

Bismillah... ini ibadah!, pasien berjubel yang tadinya saya pandang sebagai beban kini coba saya lihat sebagai berkah. Semakin banyak pasien berarti semakin besar ladang amal yang tersedia, semakin banyak ilmu yang bisa diserap, semakin banyak karakter yang bisa diselami dan semakin banyak ibrah yang bisa saya petik. Sesal yang sempat menggema perlahan berganti syukur, karena saya si sehat bukan si sakit, saya dokter (muda) bukan pasien dan saya hidup!.

3P (Pinjam rumusnya kak Assad dari buku Notes From Qatar) coba saya terapkan dalam kasus ini. Pertama berpikir Positif bahwa “saya pasti bisa” terus saya dendangkan, meski awalnya terdengar tak merdu. Saya percaya keputusan saya yang tiba-tiba mengganti pilihan RS hanya dalam hitungan menit sebelum saya dipanggil untuk menuliskannya, pastilah atas izin “Al-Khobiir” yang tahu akan segala yang terbaik bagi hambaNya. “Sebab boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan sebaliknya kamu menyukai sesuatu tetapi ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak”. *QS Al Baqarah[2]:216

Persistence berarti terus berusaha dan pantang menyerah, niat semata karena Allah menjadi pondasinya. Berjibaku menaklukkan segala tekanan, seolah menguras emosi dan kesabaran saya yang belum juga purna. Berjuang menghadapi medan baru, tentu menuntut keberanian dan kerja keras yang lebih dari sekedar cukup. Saya bertekad menjadi climbers sejati yang melihat rintangan sebagai berkah bukan bencana. Harapan saya semoga kelak akan tiba dimasa segala tangis yang pernah berderai, merekah menjadi tawa untuk saya dan dunia. Sembari menunggu saat itu, saya hanya percaya pada janjiNya “Karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Al Inshirah:5-6). 

Terakhir namun yang terpenting adalah Pray dan tawakal kepada Allah sang Maha pemilik cahaya, agar senantiasa mendekap dan menuntun langkah saya menuju jalan terangNya. Amin ya rabbal’alamin.

NB : Sampai hari ini saya masih menjalani masa penuh pembelajaran di RSUD “S”. Alhamdulillah hampir setahun sudah saya lalui disini. Suka duka berebut hadir mewarnai hati yang masih tertatih berjuang untuk istiqomah dijalanNya.

*Tulisan jadul dengan gaya penulisan yang baku... Semoga bermanfaat ^_^

Serang, 16 Januari 2012

# Puisi 4

Mengagumimu bukanlah perkara yang muluk
Salahkan bulan yang membuatmu purnama
Sedang  aku tak lekas sempurna
Salahkan ilmu yang meninggikan derajatmu
Sedang aku terlampau memuja kecerdasan

Atau salahkan aku yang terlalu mudah jatuh
Hanya untuk tersentak dan kembali tersadar
Bahwa rasa terlalu rumit untuk ditelaah
Bahkan terlalu rapuh untuk digenggam
Oleh jemariku yang terlanjur beku
------------------------------
--------------------------
Rasa kagumku pergi berganti rindu yang menganga
Meniggalkan jejak sandi tak bertuah
Ada hati yang sekararat menunggu kabarmu
Dan berdoa hujan lekas turun malam ini

Sedang kamu masih tak bergeming disana
Entah hatimu angkuh tak tersentuh
atau penuh sesak terisi hatinya yang lain

Tak berapa lama hujanpun hadir
Mengulum malam yang  jumawa

Created : 17/10/2012

PS :Jangan habiskan waktu memikirkan seseorang yang boleh jadi tidak pernah memikirkan kita -Tere Liye

Friday, April 19, 2013

Imunitas itu Bernama Kegagalan


Siapa sih yang mau gagal dalam melewati sebuah ujian? Setelah bersusah payah usaha tapi hasilnya nihil, setelah berpeluh keringat tapi hasilnya nothing. Sisi egois manusia kita selalu menyukai kata sukses dan “membenci” kata gagal, entah dalam konteks apapun kegagalan selalu menjadi momok yang menakutan. Haruskah gagal selalu dikonotasikan  negatif?? Sayangnya penelitian memberikan arti yang berbeda. Kegagalan haruslah ada dalam ritme kehidupan kita. Dengan kata lain kudu masuk list agenda alur hidup kita. Ia ternyata bisa menjadi amunisi untuk menyokong kita pada kesuksesan yang lebih besar.

Gagal seharusnya tak dilihat dari kacamata harfiahnya, atau sisi negatifnya saja. Faktanya dibalik pahitnya kegagalan akan membentuk sebuah perisai yang bernama imunitas. Yup imunitas atau kekebalan tubuh lazimnya terbentuk misalnya setelah tubuh diserang oleh kelompok mikroorganisme tertentu. Hal ini akan menyebabkan munculnya respon imun yang melibatkan kinerja antigen. Produk akhirnya adalah terbentuknya antibodi yang kompeten untuk melawan serangan miroorganisme yang menginvasi tubuh kita tadi. Ok lets call it ; "Mental mechanism". Tubuh kita memang dirancang dengan piranti mekanisme ajaib yang melindunginya dari paparan kuman-kuman yang mengancam eksistensi kinerjanya. Lihatlah ade’ bayi kita yang begitu rentan terkena sakit, ini dikarenakan sistem imunitasnya belum kompeten. Sedangkan kita yang udah pernah lewatin ujian berbagai virus, bakteri dan kronimya meski terkena hujan badai paling banter besoknya kena flu... :D

Mental kitapun ternyata demikian, semakin sering ia di”uji” semakin kuat pertahananya. Seorang “guru” pernah menceritakan kisah pasien beliau yang melakukan “tentamen suicide” hanya karena tidak dilulus UMPTN, setelah ditelaah lebih lanjut si anak ternyata tidak pernah mengecap gagal sebelumnya. Saat sekolah ia selalu rangking 1, ditambah harapan orangtuanya yang terlalu besar membuat si anak merasa tertekan. Alhasil mentalnya yang ringkih langsung ambruk saat diterpa angin kegagalan yang bisa dibilang sepoi-sepoi itu (pengalaman pribadi... Gagal masuk FK saat tes PTN berkali-kali, toh masih banyak PTS menanti :)).

Semakin sering kita gagal, semakin pantas kita untuk berhasil. Tak perlu panjang lebar menceritakan banyaknya contoh orang-orang sukses setelah mengalami serangkaian kegagalan pahit dan sekelumit cobaan yang ngejelimet. Jadikanlah mereka sebagai penyemangat kita ketika dirundung gagal. Sekaranglah saatnya kita menambah daftar panjang mereka yang meraih sukses setelah gagal, sebab gagal adalah bagian utuh dari sebuah buku yang berjudul kesuksesan.  ^_^

Saturday, April 13, 2013

# Puisi 3


Kepadamu Jodohku

Sudah sejak pagi mereka bergunjing
Tentang kisahku, sepiku, dan ikrarku
Ini pilihanku, suaraku menggema
Merambat melewati hatiku yang angkuh
Lalu pelan namun serak berbisik
"Karena aku menunggu seseorang yang digariskanNya menjadi imamku"

Kamu
Bukan sekali dua kali saja aku berharap
Agar kamu tak lagi kasat mata
Dan derumu terdengar lantang
Aku percaya, doaku pasti didengarNya
Hanya ku tak yakin apakah sampai kepadamu

Kamu
Mungkin tengah sibuk dengan duniamu
Dunia yang mungkin tak sejalan denganku
Sampai suatu ketika kita berjumpa dipersimpangan dan
Bersepakat melebur duniamu dan duniaku

Kamu
Mungkin tengah bergurau dengannya
Sekedar bersenda melepas dahagamu
Karena tertatih mencari wangiku
Yang pernah kau cium lantas menguap
Mungkin hilang tak bersisa, atau samar-samar masih mengingatnya?

Sedang aku, tidak beranjak
Tetap disini, sejak pagi

Created : 17 Oct 2012

Friday, April 12, 2013

Misteri Musim, Mimpi dan Realita

Pernahkah kamu bermimpi untuk menimba ilmu di negeri orang dengan latar 4 musim yang berbeda?. Aku pernah, dulu sekali keinginan itu pernah terlintas diotak polosku. Membayangkannya saja sudah membuatku berbinar. Namun seiring berjalannya waktu kepolosanku lambat laun tergerus. Kuliah diluar negeri duit dari mana?, kuliah diluarkan mesti punya kemampuan berbahasa asing minimal bahasa inggris yang baik dan pastinya otak yang cemerlang (Nah aku? Bisa dibilang manusia dengan prestasi rata-rata, mean : kalau sebagian besar orang lulus maka aku kemungkinan besar juga lulus dan berlaku kebalikannya pula -_-), ditambah rentetan tanya lain yang  ujung-ujungnya bermuara pada jawaban bernada negatif. Entah karena bertambah dewasa dan paham bahwa mimpi itu terlalu tinggi atau karena sangsi dengan kemampuan sendiri akhirnya lambat laun mimpi itu perlahan memasuki musim gugur yang hanya menyisakan ranting tanpa daun.


Pertengahan bulan Agustus 2012 mimpi tadi yang seolah membeku dimusim dingin, perlahan kembali mencair. Yeah mimpi itu hidup dan seolah tak sabar langsung melompat memasuki musim semi. Tawaran dari seorang sensei (prof Sakakibara) yang kukenal secara tak sengaja membuat mimpi itu seolah berbunga. Aku tak sengaja terlibat penelitian beliau saat tengah pulang berlibur di bulan ramadhan  tahun lalu. Sesuatu yang sudah aku cap mustahil untuk ku raih perlahan namun pasti terlihat kasat mata. Prof itu terlihat serius mau membukakan jalan untuk mewujudkan mimpi yang nyalanya nyaris padam itu. Aku pun banyak mencari info tentang bagaimana sistem pendidikan di Jepang dan remeh temeh tentang suka duka perjuangan mahasiswa asing khususnya Indonesia saat berkuliah disana. Aku juga intens berkorespondensi dengan beberapa prof, dan kandidat P.hD asal Indonesia yg pernah menimba ilmu diluar negeri khususnya dinegeri Sakura.

Usai beberapa kali berinteraksi secara intensif melalu alam maya, prof kembali mengundangku bercakap empat mata saat beliau berkunjung ke kota Kembang akhir bulan Maret tahun ini. Beliau mengaku telah menghubungi beberapa koleganya di Fakultas Kedokteran kampusnya mengajar (Prof Sakakikabara bukan prof bidang kedokteran melainkan bidang teknik). Beberapa hal beliau paparkan termasuk masa studi yang minimal 4 tahun (Bagi lulusan profesi semisal dokter umum, gigi maupun  apoteker dapat langsung lompat ke S3 disana) dan yang membuat nafasku terasa sesak (Alay mode on:P) adalah syarat penguasaan bahasa Jepang yang harus mumpuni. Kenyataan ini terang membuat nyaliku ciut, sebab sebelumnya aku berpikir disana untuk kedokteran telah ada international classnya namun ternyata belum ada pemirsa T_T (mungkin saja dibeberapa kampus ternama sudah ada, namun di”calon” kampusku belum tersedia). 

Aku juga memdapat masukan dari beberapa teman yang aku ajak sharing utamanya dari bang Jiro yang tengah mengambi P.hD bagian kardiovaskular di Jichi Medical University Jepang. Penjelasan yg aku dapat dari bang Jiro sangat detail ditambah cerita pribadi beliau tentang perjuangan dan tantangan yang dihadapinya saat beradaptasi dengan iklim belajar di Jepang yg bisa dibilang tidak mudah. Bayangkan untuk kedokteran hampir semua istilah bahkan yang familiar sekalipun ada bahasa Jepangnya contohnya : EKG = shindenzu, stetoskop = choushinki, hipertensi = kouketsuatsu, aorta = daidoumyaku, angina pektoris = anteikyousyinsyou, diabetes = tounyoubyou, anti platelet agent = koukesyoubanzai. Nah ribet kaan?? -_-“ Hadowh... bahasa Inggris saja masih belepotan kudu belajar bahasa Jepun lagi?!! (otakku yang hanya pentium 2 ini sepertinya akan error binti lemot) T_T


Setelah sempat mencicipi musim semi sepertinya mimpiku kembali memasuki musim gugur.... Yeah meski belum sepenuhnya memutuskan, tetapi aku tetap berterima kasih untuk semuanya yang sempat membuat mimpiku yang sempat mati suri itu hidup kembali. Apapun nantinya aku saat ini adalah aku yang percaya bahwa tak ada yang tak mungkin, selalu ada jalan dari arah yang tak disangka-sangka jika Allah berkehendak. Tetap semangat kawan!^_^

Sunday, April 07, 2013

Aku dan BB


Allow.. mo cuap-cuap lagi... hehe... *Skip aj kalo g penting :D

      Ceritanya tentang BB... yup Blackberry... Pertama kali koas aku yang masih setia dengan Hp jadulku sudah direcoki teman-teman di stase perdana yang sudah ber BB-ria. Dari semua anak koas saat itu hanya aku yang belum ber BB (udah sebetulnya tapi ber Blueberry), tapi karena menilai belum cukup penting aku masih enggan mengganti Hp. Sayangnya di pertengahan tahun tepatnya sewaktu stase Bedah, aku “dipaksa” harus punya BB. Bisa dibilang hukumnya wajib ain, karena BB sangat penting u/ koordinasi antar teman se stase dan tentunya untuk melapor pasien-pasien ke konsulen (spesialis bedah). Laporan biasanya dilengkapi dg  foto rontgen atau CT scan yg tentunya akan sangat mudah dikomunikasikan dg BB. Alhasil akupun akhirnya menyerah dan tergabung di komunitas koas BB-Mania  (teman-temanpun bersorak :  “Akhirnya pake BB juga kan?;D)

        Seusai stase Bedah *lamanya 10 minggu, aku mulai jarang mengaktifkan BBM, godaan membaca recent update dan status teman-teman yg dilengkapi foto yg unyu-unyu secara tak sadar membuat aku menjadi “KEPO”.  Aku jadi rindu masa dimana bisa dengan santainya pergi tanpa harus membawa HP.  HP yg dulu bagiku hanya  berfungsi u/ telponan dg keluarga yang paling sering seminggu sekali namun seringnya sebulan sekali, dan sms ala kadarnya.

         Akhirnya setelah menimbang untung ruginya aku merelakan BB-ku berpindah tangan ke ade'ku waktu pulang lebaran kemarin. Indah yg baru memasuki masa ABG merengek minta BB dan dari pada beli baru, kan sayang uangnya :P. Meski awalnya sempat merasa kehilangan tapi Alhamdulillah hatiku sepertinya lebih lapang rasanya.. ^_^

NB: Salah satu keunggulannya g' pake BB adalah bisa ngecharger 3 hari sekali... V(^_^)/

*Okeh sekian dulu cuap-cuap g' penting ini.. 

Di tulis 14/11/12

Friday, April 05, 2013

Sharing dari alumni untuk alumni



Di minggu pagi yang cerah tepatnya tanggal 24 Feburuari lalu, Ikatan Alumni Insan Cendekia Gorontalo (IAICG) JABODETABEK-LN menyelenggarakan sebuah acara informal dengan konsep sharing dari alumni untuk alumni.. Acara yang bertempat di aula asrama Gorontalo Salemba-Jakarta Pusat ini, dilatar belakangi keinginan pengurus untuk memanfaatkan SDM alumni yang begitu potensial. Seperti diketehui alumni IC memiliki background disiplin ilmu dan pengetahuan yang bermacam-macam, tak sedikit dari mereka telah terjun kedunia kerja yang juga beragam. Acara ini juga dibuat sebagai wadah bagi para alumni untuk bersinergi positif, membagi informasi, semangat serta ilmu dan pengalaman berharga mereka.

Pada pertemuan ini menjadi lebih berkesan dengan hadirnya dua sosok tamu istimewa yang siap sharing ilmu dan pengalamannya, di acara yang baru pertama kali diselenggarakan ini. Beliau adalah K’ Rusdin S. Rauf dan Satrio Adi Wicaksono. Bagi teman-teman yang belum mengenal siapa beliau berikut profil singkatnya.

Rusdin S Rauf : Pria asal Luwuk Sulawesi Tengah yang juga ayah dari Rafisqy Raefal ini, merupakan alumni Insan Cendekian Gorontalo tahun 2004 angkatan ke V. Beliau tercatat sebagai siswa yang sangat menonjol baik secara akademik maupun kegiatan non akademik. Tercatat selama 3 tahun berturut-turut beliau selalu meraih peringkat pertama di kelasnya bahkan umum. Selain itu beliau juga pernah menjabat sebagai ketua OSIS di kepengurusan tahun 2003-2004. Setelah Gorontalo destinasi beliau selanjutnya adalah ke ibukota negara, meski sebelumnya sempat mampir sebentar di Makassar. Kala itu beliau diterima kuliah dibeberapa tempat termasuk di Universitas Hassanudin, namun dengan berbagai pertimbangan, beliau memutuskan berkuliah di STIS Jakarta. Sempat mengecap pengalaman bertugas disebuah daerah terpencil tanpa sinyal dan listrik, beliau akhirnya memutuskkan untuk menjadi seorang enterpreunership sejati. Saat ini beliau juga serius menekuni hobi menulisnya dan telah produktif menelurkan 17 karya, salah satunya berjudul Quranic Law of Attraction serta beberapa karya lain siap terbit yang umumnya bertutur seputar motivasi dan islam.

Satrio Adi Wicaksono : Pemuda asal Jawa tengah namun lahir dan bermukim di Jakarta ini merupakan jebolan Insan Cendekia Serpong tahun 2006 angkatan IX. Semasa SMA koleksi prestasi Io (sapaan akbrabnya) memang sudah sangat banyak. Salah satunya prestasi skala nasional yang membuatnya nampang di majalah favorit para akhwat, yakni terpilih menjadi pemenang pertama remaja berprestasi ANNIDA (RBA) dan menang sebagai remaja tekno BPPT di tahun 2005. Meski sempat dilema memilih melanjutkan kuliah di National University of Singapore (NUS) atau di Wesleyan University, ia akhirnya memilih merantau ke Amerika dengan berbagai pertimbangan (antara lain luasnya peluang dan kesempatan yang bisa di dapatnya di negeri Paman Sam tsb). Saat S1 Io mengambil 2 jurusan sekaligus yakni Teknik Geologi dan Lingkungan serta sempat mengenyam pengalaman sekolah 6 bulan di Australia National University. Tak hanya berkonsentrasi di dunia akademik, penyuka alat musik gamelan ini juga pernah mengambil kelas bahasa Arab di Al Azhar University, dan tercatat sebagai anggota di American Muslim Association (MSA). Saat ini Io tengah berkutat menyelesaikan pendidikan PhD-nya di Brown University yang berkonsentrasi mempelajari iklim masa lalu Indonesia.

Diskusi dengan K’ Rusdin dan Io hari itu berlangsung dalam suasana hangat dan kekeluargaan. Keduanya tak segan berbagi  cerita seputar pengalamannya saat berkuliah dan memasuki dunia kerja. Peserta juga tampak antusias untuk menggali berbagai ilmu dari narasumber. Keduanya pun secara gamblang menjawab pertanyaan audiens baik tentang dunia perkuliahan, tips dan trik berburu beasiswa hingga pengalaman keduanya dinegeri rantau yang dihiasi warna warni kehidupan.

Tak terasa hampir 2 jam diskusi berlangsung dan adzan Dzuhur telah berkumandang,  wangi makan siang juga membuat perut peserta keroncongan. Hidangan makanan khas Gorontalo telah tersaji manis, kemudian acara ditutup dan dilanjutkan dengan isomah dan makan siang bersama. Io yang tadi sempat menolak makan karena memiliki janji makan siang dengan temannya akhirnya tergoda juga mencicipi “Binte Biluhuta” yang terkenal yummy. Akhirnya kami panitia acara beserta jajaran pengurus IAICG JABODETABEK-LN mengacapkan banyak terimakasih untuk teman-teman yang sudah menyempatkan hadir dan sharing bersama kami, teristimewa kepada K’ Rusdin dan Io yang sudah mau memenuhi undangan kami yang terbilang sangat sederhana ini. Insya Allah kedepannya acara serupa dapat rutin diadakan dan menjadi tempat untuk memperkaya ilmu dan pengalaman serta mempererat ikatan ukhuwah islamiyah kita.

Penulis : Sisca Agustia Olii (Alumni ICG tahun 2006 angkatan VII, Korbid Inovasi dan Pengabdian)

Ditulis : 28 Februari 2013

# Puisi 2


Janji Semesta

Mungkinkah puisi cinta lahir dari jemari kecil
yang bahkan  tak pernah menyentuh cinta?
Ya, karena cinta merambat melewati medium tanpa perantara
Karena kata demikian magis membahasakannya
Karena warna tak pernah cukup melukiskannya

Dan bagiku yang memuja pagi
Dan kamu yang memuja senja

Aku hanya ingin membagi
Selaksa cinta yang  kulihat dari sini
Di balik bilik kecil yang kuhuni sendiri
Dan mungkin kelak bersamu
Disuatu petang yang dijanjikan semesta

Subang, 7/10/12