Sebuah puisi yang unik, singkat namun diikat seutas makna yang
kuat. Aku pertama kali membacanya di buku kumpulan puisi pernikahan karya guru
SMA-ku sesaat sebelum melangsungkan pernikahan (Suvenir pernikahannya adalah sebuah buku yang berisi kumpulan puisi bertema cinta yang ditulis keduanya... Romantis pisan euy :).
Beliau mencantumkan puisi ini sebagai pembuka buku mungil itu. Seketika
membacanya aku langsung terkesima, lalu menasbihkannya sebagai salah satu puisi
favoritku. Padahal aku masih belum sepenuhnya paham artian puisi yang bertabur diksi
cantik ini.
Sejarah cinta memang selalu menarik untuk ditelisik. Cinta kayu
kepada api yang akan membumi-hanguskannya.. atau cinta awan kepada hujan yang
turun menepikannya? Sungguh deskripsi cinta yang menarik, sederhana namun tak
biasa. Apakah ini sebuah analogi yg menyiratkan kemurnian cinta atau wujud
kepasrahan si cinta itu sendiri?? Hmmp... agaknya ini cukup sulit untuk dijawab
(Hayoo.. Sapa yg mau jawab?? ngacung..!:D)
Aku pribadi lebih suka memaknai puisi ini dengan sederhana ‘seperti
pilihan kata yang dipakai sang penulis’. Karena cinta memang demikian, tak
harus dinarasikan panjang lebar dengan penokohan kompleks bak kisah Romeo &
Juliet. Ia lahir dari sebuah relung tanpa nama dan bertumbuh pada setiap hati
yang mengagumi pesonanya.
Ditulis : 23/03/2012