Sunday, December 14, 2014

Sesederhana Kata

Bisakah aku minta kau berhenti mengirimkanku isyarat yang tak mampu kupahami..?
Berhentilah membuatku berasumsi, dan meninggalkan kata tanya..
Kita tak lagi sedang berlomba siapa yang terbaik memberikan kode, atau sandi..
Kau tahu, aku sungguh tak peka soal itu..

Hei, terkadang masalah perasaan hanya sesederhana kata..
Cukup ucapkan yang kau rasakan..
Percayalah tak pernah ada yang lebih sejati membingkai hati,
Dari sebuah kata yang keluar dari mulutmu sendiri..

Palembang, Desember 2014

Thursday, May 08, 2014

Love Just Is

Sis, pacarnya siapa??
G ada mba...
Kok bisa? Alaah, Kamu bohong kan??
Beneran g ada mba...
Hmmp.. kamu terlalu milih-milih mungkin?
Loh, bukannya kita harus memilih ya? Wajib malah, kudu milih imam, plus calon ayah terbaik untuk anak kita kelak kan?
...Kalo dilanjutkan ceritanya bakal panjaaaaang x lebar x tinggi x_x

Dulu, dulu sekali aku beranggapan pacaran adalah fase wajib yang harus dilewati setiap insan sebelum memasuki gerbang pernikahan. Maklum dikeluargaku tak pernah terpampang spanduk larangan berpacaran. Seingatku diusia 14 tahun mama mulai meledekku dan bertanya soal siapa pacarku saat itu. Sayangnya pertanyaan tadi hingga detik ini tak kunjung melahirkan jawaban,-(Di-skip mams, langsung nyodorin nama calon boleh? Hehe)
Masih memilih setia dengan kesendirian diusia seperempat abad, diakui kerap menjadi sasaran empuk pertanyaan. What’s wrong baby?? Kamu sih banyakan milih..,standartnya “ketinggian” kali, atau mungkin kamu punya trauma masa lalu ya?, itulah yang terlintas dibenak mereka yang tak paham.. (Punya trauma masa lalu? Wong punya pengalaman aja ndak ada, piye toh??). Hari gini g pernah pacaran? Apa kata dunia? Segelintir orang seolah tak percaya ketika tahu aku tak pernah pacaran. Lain halnya mungkin kalo yang bilang tampangnya meyakinkan; tipikal akhwat banget gitu, pasti tanggapannya beda. Aku tak terdaftar sebagai anggota dikajian manapun, jilbabpun terulur seadanya, aktivitas ibadah harian? standar bangetlah. Percayalah, pilihan tetap sendiri (baca; Single) tidaklah lahir secara prematur, butuh proses yang sedemikian panjang hingga sampai pada simpulan bahwa sendiripun anggun.
#Kutipan dari selembar catatan usang...
Kembali dihinggapi virus merah jambu itu sungguh tidak nyaman. Aku benci jantungku yang tiba-tiba berdebar, benci dengan rasa aneh yang tiba-tiba menginvasi alam bawah sadarku. Jikalau bisa memilih aku tak ingin tahu tentang dia, tak ingin terpesona akhlaknya dan hanyut oleh tatap matanya yang teduh. Pernah suatu ketika aku dengan bangga begumam “sepertinya aku sudah tak lagi memikirkannya”, namun hanya dengan satu sapaan singkat saja, dia berhasil memporak-porandakan pondasi yang baru kubangun. Sebegitu lemahnya pertahanku ya Allah.
Heii ingat, hidupmu tak hanya perkara hati... ada banyak perkara lain yang juga meremas hati. Selama jantung berdetak selama itu pula masalah akan datang silih berganti. Feedbacknya mungkin membuatmu tambah kuat, melemahkanmu, atau membuatmu hancur, itu pilihan. Sepertinya hidup memang kerap hadir dengan pilihan penuh warna, tanpa pernah bisa ditebak warna apa yang membawa pada birunya cakrawala atau pekatnya langit malam. Sembari menunggu, perlahan aku harus bergegas bangkit. Menerima bahwa rasa itu misteri. Semakin dikuak semakin sakit rasanya. Mungkin inilah jalan terjal yang harus kulewati, sebelum bertemu dengan dia yang tercipta untukku.. mungkin? ~end note#
Jatuh cinta jelaslah cobaan maha berat bagi yang belum menikah, khususnya untuk para ladies (Akhwat). Why?? karena kami dilamar, bukan melamar -_-!”, Oke bunda Khadijah dikisahkan adalah yang duluan berinisiatif melamar baginda Rasulullah, namun ini tak lantas membuat kami PD untuk mengambil jalan yang sama (Ambil kacaaaa... lantas sedih, jauh bener sama beliau!! T_T). Belum lagi harus menerima kenyataan bahwa pria yang mendekat bukanlah yang diincar?? Atau ketika cinta dipaksa bertepuk tepuk alias bertepuk sebelah tangan? Oh my oh my.. sedih niaaan :/. Jadi jika ada yang bertanya atau memandang aneh dia yang mendelete pacaran dari kamusnya, mohon segera istigfar seraya menghilangkan tatapan takjub bercampur prihatin (Seolah baru bertemu sesosok spesies langka yang dilindungi). Tidak mudah menjaga izzah, ditengah gempuran budaya barat yang berlomba masuk seolah tanpa filter. Meski ada bermacam alasan orang yang tak pernah pacaran (*termasuk gak laku-laku mungkin?;P), jelas pilihan tsb bukanlah hal yang mudah djalani. Mengendalikan pengaruh hormonal yang melonjak seiring bertambahnya umur itu, butuh perjuangan ekstra kawan. Jadi ingat slogan provokatif; “Yang Muda Yang Bercinta” -_-.
Ketika seseorang jatuh cinta, si dia secara absolut menjadi pusat kehidupan kita. Akal dan logika seolah lumpuh, atas nama cinta. Perasaan mistis ini bisa dijelaskan dengan perantara zat-zat kimia yang dikeluarkan oleh otak kita. Memang sih, kedengarannya nggak romantis banget, tapi otak adalah tempat bercokolnya semua perasaan dan emosi. Otaklah yang mengirimkan sinyal ke tubuh, dan membuat kita merasakan pahit manisnya “jatuh cinta”.
      Berdasarkan penelitian, ada sebuah senyawa yang diinisiasi dalam tubuh manusia saat seseorang tengah jatuh cinta. Senyawa ini bisa menjadi salah satu faktor dalam keharmonisan rumah tangga dan kebahagiaan hidup. salah satu senyawanya bernama phenilethylamine. Ketika kita jatuh cinta, maka senyawa ini akan terinisiasi sehingga menimbulkan hipotesis ‘Dunia milik berdua, yang lain ngekos’ atau ‘tahi kambing rasa coklat’... Hiiiy sereeem >,<. Sayangnya senyawa ini jika dieksploitasi terus menerus perlahan akan menipis, dan semakin “kebal” dengan prekusornya, lantas lama kelamaan resisten deh. Konon kabarnya, hormon ini hanya bertahan 4 tahun setelah pernikahan. Hah?! masa sih dah memperjuangkan cinta sedemikian heroik, kadar cinta kami cuma 4 bernilai tahun??!!. Tentu saja banyak kalangan yang tak percaya prediksi umur cinta yang diramalkan ‘mati muda’ ini. Aku pribadi lebih prefer pada hipotesa lain yang menyebutkan; Cinta itu adalah sebentuk energi, dan energi itu bersifat kekal (Sesuai hukum termodinamika 1). Intinya hukum itu menyebutkan bahwa energi tidak akan hilang ditelan waktu, energi hanya berubah wujud ke bentuk lain. Dibukunya salah satu penulis favoritku, mba Asma Nadia pernah menuliskan hal yang intinya kurang lebih sama; perihal cinta yang yang tak akan selamanya “membara”, perlahan cinta akan bertransformasi menjadi rasa yang berbeda, menjadi rasa yang lebih kompleks dari sekerdar hanya cinta. Beliau juga memberi petuah; Cinta bukanlah mencari pasangan yang sempurna, tapi menerima pasangan kita dengan sempurna.*So sweet.. (Wajib baca; Sakinah Bersamamu).
Selain itu ada juga hormon-hormon lain yang bertanggung jawab ketika lagi falling in love yaitu; Feromon, ini dia biang keladi kenapa kita bisa naksir, melamun dan membayangkan dia terus. Selanjutnya ada Vasopressin, “you know you are the only one”, Nih dia yang ngatur kenapa kita bisa setia pada satu orang. Eksperimen yang dilakukan pada tikus menunjukkan, kekurangan hormon ini bisa memicu perilaku poligami atau gonta-ganti pasangan (uuw tatuuuut >,<). Kemudian si Oksitosin, dia yang bikin kita ngidam sama doi, maksudnya bentar-bentar pengen liat muka sang pujaan hati.. hehe. Bawaannya kangeeeen mulu. Disamping peranan hormon, terdapat juga zat-zat kimia yang menjelaskan tingkah aneh ketika virus merah jambu menyapa. Zat-zat kimia ini berjalan ke bagian-bagian dari otak yang mengatur emosi dan memori: Dopamine; inilah si pencetus kalimat I love you full!! Semalaman jadi susah tidur, mikirin hal-hal serba so sweet. Karena dopamine juga, selera makan raib, meski sebetulnya lapar dan perutmu kosong, kamu tetap kalem. Dopamine ini juga yang bikin semangat terus, kayaknya bisa melakukan apapun yang kita mau. Kata-kata “I miss you like craizy” kayaknya beneran deh!. Serotonin; Kurangnya zat ini di otaklah yang jadi sebab kenapa kamu merasa terobsesi sama si dia yang ditaksir *Aku mau makan, kuingat kamu, mau tidur kuingat kamu...(Ingat kamu by Maia)- Kadar serotonin yang rendah bisa bikin kamu jadi sering mikirin si dia, curi-curi pandang kearahnya dan ’kepoin sosmednya juga jadi kegiatan sehari-harimu. Wait, jika kamu mengalami sindrom diatas, jangan buru-buru periksa ke dokter, itu mungkin hanyalah respon alamiah dari turunnya kadar serotonin. Oksitosin; hormon ini bikin pasangan kasmaran bawaannya pengen nempel terus kayak perangko... *Modus minta dipaketin ke KUA nih?
Karena dalam Islam tidak mengenal pacaran qabla nikah, maka ba’da nikah hormon-hormon cinta di atas akan bekerja sempurna. Kalau saat pacaran pun bersentuhan dengan lawan jenis saja dilarang, maka pasca nikah aktivitas yang diharamkan tadi akan menuai pahala (amalan juga dinilai full, makanya menikah juga disebut menggenapkan separuh dien), bahkan keduanya turut didoakan para malaikat. Setelah fase fluktuasi hormon selama 3-4 tahun, cinta secara bertahap akan naik kelas ke fase selanjutnya, yakni fase Sakinah, Mawaddah, Warahmah.. mantap kan?
Mengenal islam lebih dekat membuatku mengenal satu langkah awal menjemput jodoh yang diridhai-Nya. Islam mengajarkan tentang batasan-batasan dalam pergaulan yang menjauhkan kita dari fitnah. Ada sebuah nilai keberkahan yang didapatkan orang-orang yang memulai kebaikan itu dengan kebaikan pula. Memulai proses menikah dengan sesuatu yang baik, sesuai tutntunan-Nya, tidak pacaran, dan tetap menjaga hijabnya. Selebihnya tinggal memperkuat doa semoga Allah memudahkan langkah kita dalam menempuh sunnahnya, dan mempercepatnya. Aamin :)

#Kutipan nasehat indah Jamil Azzaini untuk anaknya yang juga tengah jatuh cinta, kuhidangkan sebagai makan penutup diperjumpaan kali ini,  Bon appetit...  ^_^

Anakku, saat kau jatuh cinta, kau tetap tak boleh pacaran. Biarkan kau tetap terbungkus rapi dan kulit lembutmu hanya boleh disentuh oleh suamimu. Ketahuilah bila kau jatuh cinta dengan seseorang, belum tentu itu jodohmu. Maka tetap mintalah kepada yang Maha Tahu untuk diberi jodoh terbaik bagimu.
Ketahuilah, wanita yang hebat itu yang menyayangi anak-anaknya dan itu dibuktikan dengan mencarikan ayah yg tepat buat anaknya. Ayahmu ini berharap, kau termasuk di dalamnya. Anakku, apa yg kau harapkan belum tentu kau dapatkan. Ingatlah rencana Allah adalah rencana terbaik dibandingkan rencana terbaik seluruh penduduk bumi sekalipun.
Agar kau diberi “pangeran” terbaik tugasmu hanya memantaskan diri dan minta kepada Allah. Semakin kau sering mengadu dan dekat kepada Allah maka Dia akan mengirimkan “pangeran” terbaik untukmu. Jangan ragu, Dialah yang Maha Tahu jodoh terbaikmu. Bila sebelum Subuh kau selalu menangis kepada-Nya, tak mungkin Dia tega memberi “pangeran” yang tak bermutu kepadamu.
Walau kau jatuh cinta, jangan serahkan hatimu kepada lelaki itu, karena boleh jadi menurut Allah dia bukan “pangeranmu”. Tetaplah serahkan hatimu kepada Allah dan setelah Allah kirim “pangeran” kepadamu, baru serahkan hatimu kepada “pangeran” itu. Air matamu di hadapan Allah dan kesabaranmulah yang membuat Allah mengirimkan “pangeran” terbaik untukmu.
Bukti bahwa kau wanita hebat, kau tetap lebih sering mengingat Allah dibandingkan lelaki yang kau jatuh cintai. Bila Allah yang dihatimu, Dia akan kirimkan “pangeran” original kepadamu. Namun bila kau menjauh, Allah akan kirim pangeran KW-3 bahkan mungkin KW-10 kepadamu. Dan itu akan menyiksa hidupmu dan berkuranglah rasa banggaku kepadamu.
Anakku, lelaki yang cocok buat anak-anakmu adalah yang berani datang menemui ayahmu untuk melamarmu dan bukan yang pandai memainkan perasaanmu. Percuma bila ada lelaki yang kau cintai tetapi dia tak punya nyali bertemu dengan ayahmu. Saat ini ayahmu hanya bisa berdoa agar Allah mengirimkan “pangeran” terbaik untukmu. Dan semoga yang dikirim oleh Allah adalah lelaki yang telah membuat kau jatuh cinta.
Terakhir, Ingatlah selalu kebiasaan di keluarga kita: Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus. Semoga kau menjadi kekasih Allah sehingga kau dikirimi kekasih terbaik menurut Allah dan juga menurutmu. Anakku, bapak percaya padamu dan sepenuh hati mencintaimu…#
------------------------------------OoO-----------------------------------------
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qur'an; Al Hujuraat ayat 13)”

; Untukku, untukmu yang menunggu untuk ditemukan :)

Friday, May 02, 2014

Apa Kabar Dunia?

Hai, hai, hai..

Cukup lama rasanya aku tak menuangkan tulisan-tulisan abstrakku di blog ini, entah ada yang baca apa tidak (I don't care), namun ada kelegaan yang berbeda tatkala aku memposting isi otakku melalui media ini. Apa kabar dunia?? Tetep asyiiik!!:D. Duniaku berputar temans, dan pastinya berubah. Saat ini aku menapaki kehidupan baru dikota yang baru, Palembang. Sebuah tanah asing, yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Awalnya masa adaptasi kuakui cukup membuatku frustasi. Seperti biasa, adaptasi adalah masa paling sulit, namun mungkin yang akan paling dikenang. Saat sedih, menerima nasib terdampar sendiri dikota asing ini aku hanya banyak-banyak membaca. Membaca memberiku kekuatan, untuk yakin pada firman Tuhan yang berjanji tak akan pernah menguji hambanya, diluar kesanggupannya. Ujian itu ada sebagai media pembuktian, sungguh-sungguhkah kita meyakini firmanNya?. 

"Semakin lama aku semakin terbiasa, makin suka, lantas jatuh cinta dengan kota ini," doaku selalu.

Disini aku menemukan pengganti sahabatku yang hilang (maklum saja, kami terpencar diberbagai daerah yang berbeda). Aku dibuat 'meleleh' dengan kebaikan-kebaikan mereka yang baru kutemui. Siapa sangka mereka mengulurkan tangan tanpa kuminta, memberi tawaran persahabatan tanpa pamrih. Terlalu jumawa jika aku melabeli "aku survive", namun kupercaya, sesungguhnya Allah itu dekat. Beliau tak pernah meninggalkanku sendiri, membuatku berlama-lama terasing ditempat asing ini. Kini, sebuah lembar perjalanan kembali terbuka, lembar bak kanvas putih yang menunggu dicoret, diwarnai, dan dipajang dengan bangga ketika masanya tiba. Pasti!.
-Melukis jejak di Pulau Saronde Gorontalo (dok pribadi)-


Palembang, 2 Mei 2014

# Puisi 5

Gamang

Gamang,
Ada satu nama yang bersemayam
Aku memimpikannya, untuk sebuah ikatan sakral
Siapa yang bisa menolak, ketika panggilan itu datang?

Namun gamang,
Mungkin usia bukanlah pembilang kedewasaan sejati
Mungkin kenyataanlah yang membolak-balikkan logika
Untuk sebuah mahligai yang kuimpikan
Aku menatapnya jauh
Entah menunggu siapa dan sampai kapan

Gamang,
Untukmu yang kukirimi isyarat
Biarlah angin yang menghembuskan doaku
Mungkinkah doaku menembus langit?
Ataukah telah sampai kepadamu?
-Suatu petang di Pentadio Resort Gorontalo (dok pribadi)-



Palembang, 2 Mei 2014

Wednesday, December 11, 2013

Dilatasi Memori

Alhamdulillah wa syukurillah... Finally setelah hampir enam tahun mengenyam bangku sekolah kedokteran, gelar itu kini tersemat didepan namaku. Sulit melukiskan seberapa bahagianya hari ini. Setiap pencapaian seyogyanya diwarnai oleh manis getirnya sebuah perjuangan, begitupun aku dan ini kisahku.

Seorang gadis kecil terlihat sibuk merobek kertas menjadi bagian-bagian kecil. Sang gadis lalu mencorat coret kertas tadi dengan beragam tulisan; Amoksisilin 3x1, Decolgen 2x1, dan entah obat apalagi yang dituliskan jemari kecil itu. Setelah diamati dengan seksama, sang gadis kecil ternyata tengah berperan sebagai dokter, dengan penuh semangat ia lalu berbicara pada pasien fiktifnya “Ini ya pak obatnya, tolong diminum ya sampe habis.” Semesta berbisik “butuh waktu lima belas tahun, untuk mewujudkan mimpimu sayang.”

Kalau mendengar cerita orangtuaku, selalu ada haru yang terselip “siapa yang sangka kamu bisa jadi dokter nak?.” Aku waktu kecil dilahirkan dengan berat lahir dibawah rata-rata normal (BBLR) dan menderita asfiksia (kondisi dimana bayi kekurangan oksigen), sewaktu kecil aku hampir tak pernah mendapat imunisasi karena selalu sakit saat waktu imunisasi tiba. Namun Alhamdulillah aku mendapat asupan ASI nyaris selama 2 tahun (mungkin inilah alasan dibalik sistem imunku yang cukup kuat ini.. itulah hebatnya ASI). Aku dibesarkan dalam keluarga yang tergolong biasa-biasa saja, papaku PNS yang memulai karir dari golongan 2 dan mama hanya ibu rumah tangga biasa, yang kemudian perlahan mulai "berkarir" demi membantu keuangan keluarga. Masa kecilku aku habiskan disebuah rumah sederhana di kompleks Perum BTN. Namun cita-cita menjadi dokter sudah aku tulis sejak pertama kali menulis kolom biodata di buku harian teman-teman SDku. Kala itu mungkin memang hampir sebagian besar anak kecil sangat kompak menuliskan “dokter” sebagai pilihan karir masa depannya.

Perekonomian keluargaku berputar seperti roda.. pernah aku merasakan hidup serba ada, lalu berganti lagi menjadi serba pas-pasan. Biaya kuliah kedokteran yang entah kenapa semakin melangit, sungguh tak bersahabat dengan kondisi keuangan keluargaku. Soal mengapa aku bisa terdampar kuliah kedokteran swasta yang masuk rangking 10 besar berbiaya kuliah termahal ini? Sebutlah ini suratan takdir sang sutradara kehidupan. Kuliah dikampus swasta jelaslah bukan cita-cita siapapun, termasuk aku (kecuali yang udah tajir dari orok mungkin?:). Namun ketika pintu FK negeri seolah-olah tertutup, maka tak ada pilihan lain, selain mencoba peruntungan nasib di kampus berlabel swasta.

Dalam mengarungi masa perkuliahanku, ada momen yang tak bisa aku lupakan, yaitu saat aku hampir tak bisa mengikuti perkuliahan disemester berikutnya (semester 6-7 kalo tidak salah), ini lantaran aku belum menyelesaikan pembayaran biaya SPP. Kalo dipikir-pikir sekarang momen itu memang sedikit dramatis, aku bahkan sampai harus mengemis pada petinggi kampus agar tak sampai mendiskualifikasikanku. Namaku juga sampai tak masuk di absen reguler saat itu. Tapi Allah Maha Baik, seorang kerabat mengulurkan tangan untuk membantu menyelesaikan masalah itu.

Lain lagi soal masa per'koas'an, masa inilah yang paling cetar menurutku. Perihal ekonomi tak lagi menjadi bintang saat itu, meski juga masih terselip ditengah-tengah perjuangan menyelesaikan stase demi stase yang menguji mental juangku. Namun masalah intern keluargalah yang paling  menyita konsentrasiku waktu itu. Tahun 2012 sampai 2013 benar-benar penuh warna kawan! Jika boleh meminta aku tak ingin diuji dengan hal yg demikian lagi.

Aku bisa lulus S.Ked tepat waktu, namun dunia koas kujalani setengah terseok. Stase perdanaku tak perjalan mulus, sehingga aku pun memutuskan rehat sebulan, kalah start dari sejawat yang lain. Dipertengahan jalan aku kembali harus menerima kado libur yang termat panjang, lebih dari 10 minggu kawan! Dan libur itu aku putuskan untuk kuhabiskan dirumah tercinta (setelah nyaris 2 th tak pulang). Selepas hibrinasi aku lalu melanjutkan perjalanan stase yang menyisakan 5 bagian lagi, sebelum akhirnya harus menghadapi minggu-minggu paling berat dalam fase ini. Disaat aku merasa perjuanganku sudah hampir mencapai klimaks (koas beres), tak disangka ujian lain hadir. Ujian obgyn dengan penguji yang paling “angker” ditambah orentasi ujian Bedah dengan konsulen yang  tak kalah sangar, masih ditambah lagi dengan menyelesaikan deadline skripsi dengan pembimbing yang kapabilitasnya terkenal sangat mumpuni dibidangnya. Seandainya bisa membelah diri, ingin sekali rasanya aku memperbanyak diriku menjadi tiga saat itu. Harus bolak balik Jakarta-Serang demi mengejar target yudisium tepat waktu, paling tidak jangan sampai tertinggal lebih dari 1 periode dengan sahabat-sahabatku yang sudah terlebih dahulu ujian kompetensi. Mengejar UKDI diperiode berikut awalnya menjadi target yang sangat realistis, namun tiba-tiba secara mengejutkan muncul masalah yang membuat ini hanya mimpi. Target UKDI tepat waktu sirna seiring terlambatnya surat bebas skripsiku, 1 jam setelah yudisium usai. Meski berkasku sudah dinyatakan lengkap dihari yang sama yudisium, namun tetap saja aku gagal ikut yudisium, yang juga berarti gagal UKDI dibulan depannya. Kejadian ini seperti kiamat kecil bagiku, tangis tak lagi menjadi penawar yang ampuh kala itu, aku lalu memutuskan travelling untuk mengambil nafas dan kembali merajut asa. Jawa Timur yang kupilih, ternyata cukup mujarab mengobati lukaku. Bromo, Baluran, Batu, Kawah Ijen dan pantai Papuma mempu membuat sedihku menguap. Duka karena gagal UKDI juga terobati karena Alhamdulillah hal yang paling kutakutkan (soal kewajiban biaya semester tambahan) bisa teratasi, sekali lagi Allah menunjukkan KuasaNya.

Aku menyongsong UKDI dengan hati dan otak yang lapang, dengan persiapan yang bisa dibilang sangat minimalis. Aku tak ikut serta dalam tryout yang biasa diselenggarakan sebagai ujian pemanasan sebelum ujian kompetensi yang sebenarnya. Aku juga tak ikut bimbingan belajar diluar (ex; PADI, OPTIMA, MEDISKUS, dll) untuk memantapkan persiapan perang (Biaya yang terbilang tak sedikit menjadi pertimbangan utamaku). Bimbingan kampus? Ya, aku ikut lebih karena ini bersifatnya wajib. Belajar kelompok? Sayang sekali misi belajar bersama teman-temanku gagal seiring kesibukan mereka bimbel sana sini. Jangan pikir aku sudah mencuri start jauh-jauh hari karena punya waktu kosong nyaris 3 bulan. Aku mulai latihan membaca contoh soal ujian tepat 30 hari jelang eksekusi tiba. 2 minggu sebelum ujian, kampus mengadakan tryout untuk melihat sejauh mana kesiapan kami, dan nilaiku?? 51 saja dari 100 angka maksimal, artinya aku masih jauh dibawah target minimal lulus yakni 62 poin.

Aku mulai belajar dalam artian yang sebenarnya adalah H-14 hari, pasca tryout. Aku belajar dari bahan-bahan soal dari para sahabat baik yang sudah lebih dulu mengecap UKDI. Aku banyak latihan soal dari buku-buku paket warisan nenek moyang tadi. Belajar dari buku paket yang sudah dilengkapi jawaban, terbukti amat sangat membantu, *terlebih bagiku yang otaknya masih "hipertimpani" ini. Latihan soal, lalu membaca kunci jawaban beribu soal itu, lumayan mencerahkan teman!. Perlahan amunisi perangku mulai terisi. Aku juga tak lupa ikut memfotokopi soal-soal dari bimbingan belajar yang diikuti teman-temanku, dari sana bisa didapatkan gambaran tentang soal-soal yang akan kuhadapi diujian yang sesungguhnya besok.

H-2 seharusnya menjadi injury time dan waktu rehat untuk memberikaan oksigenasi yang cukup agar otak bisa lebih fresh menghadapi ujian yang tinggal menghitung jam, itu juga berlaku untukku. H-2 aku berhasil menamatkan buku “Menikah untuk Bahagia” dan “Jangan Bodoh Mencari Jodoh”, lagi kesambet apa aku? Haha.. entahlah :)). H-1 setelah pembagian kartu ujian, aku ternyata termasuk peserta ujian pagi dan gelombang perdana. Itu berarti aku sudah harus bersiap lebih dini untuk sebelumnya menjalani karangtina. Malamnya aku yang dilanda gundah gulana mencoba bertahan sampai waktu menunjukkan pukul 12 malam, sebelum akhirnya mataku tak lagi perkasa menghalau kantuk yang sudah menyergap sejak tadi. Aku pun sukses tertidur cantik dengan masih memegang modul soal bimbel kopian teman, yang belum selesai kutamaatkan. Tanpa bantuan alaram aku terbangun 3 jam kemudian, lagi-lagi Allah Maha Baik, beliau memberiku waktu mengadu pada-Nya disepertiga malam yang mustajab.

Percaya nggak percaya, saat membaca 200 soal yang tertera dikomputer, aku nyaris tak kuasa menahan haru, entah mengapa aku merasa pernah membaca nyaris kesemua soal ini. Meski tak selalu yakin dengan jawabanku, tapi setidaknya semua soal tsb masih mampu ku analisa dengan baik. 200 soal selesai dalam waktu 110 menit, masih banyak waktu untuk membuatku kembali menelaah satu demi satu soal tadi. Sekali lagi untuk kesekian kalinya, aku hanya bisa bergumam pelan... Allah Maha Baik.

Tepat hari ini, aku terbangun dan mendapati sms dari sahabat karibku Decil. Ia mengatakan pengumuman hasil sudah ada, lalu menanyakan soal hasil UKDIku. Setahuku pengumuman baru akan keluar tanggal 23 nanti, namun ternyata pengumuman memang sudah terpampang nyata di website resmi AIPKI-KDPI. Alhamdulillah.. sujud syukurku sembahkan, Allah mengabulkan doaku, entah mungkin karena lelah mendengar doa yang sama kerap kuulang-ulang setelah sholat, juga diantara adzan dan iqamah. Doa serupa yang  juga dikirim oleh orang-orang yang teramat menyayangiku. Allah Maha Baik, hari ini dengan segenap syukurku yang melangit, cita-cita gadis kecil tadi akhirnya terwujud. Terimakasih untuk semua kamu yang menuntun langkahku, untuk semua kamu yang menyelipkan namaku didoamu, untuk semua kamu yang kucintai karena Allah, ini hadiah untukmu.”


Tuesday, December 10, 2013

Dialog (lagi, tentangnya.. tentang rasa)

Alkisah ada seorang gadis yang tengah berjuang untuk mempercayai sebuah kata yang bernama pernikahan. Mungkin ini bukanlah hal yang sulit bagi sebagian orang, tapi ini menjadi sangat sulit baginya. Betapa tidak, ia adalah produk dari sebuah keluarga “broken home.” Tak sepenuhnya kelam memang, namun gurat-gurat luka akibat perpisahan orangtuanya masih lekat di ingatannya, “aku sulit mempercayai sebuah ikatan yang bernama pernikahan”, begitulah kalimat yg berulang kali ia ucap, dalam beberapa kali percakapan kami.
Suatu malam aku melihat ia menangis sesunggukan dengan mata yang menyiratkan kegalauan yg amat. Sulit untuk membuat gadis ini mengurai tanya tadi, mengapa mendung itu hadir?. Akh ternyata ia tengah didera kebingungan tentang perasaannya saat ini. Ia jatuh cinta kawan... ya ia jatuh cinta pada sesosok pria yang menurutnya kharismatik. Aku mengenalnya sebagai si pemilik mata teduh. Lelaki ini adalah calon imam dambaannya, menurut penuturannya, ia adalah lelaki sholeh yang taat pada agama dan sangat menghormati wanita. “Bagaimana aku bisa berpaling dari pesonanya?” tanya gadis ini. “Oke aku mengerti, sebutlah bahwa kamu tengah jatuh cinta padanya, lantas apa yg membuat matamu sembab?. Bukannya jatuh cinta seharusnya membuat sang pencinta berbahagia?.” Gadis ini tertegun beberapa lama. “Melalui seorang teman lelaki ini menyatakan ingin bertaaruf denganku, inilah yang membuatku sedih. Kamu tahu aku lama dibersarkan dalam sebuah rumah yang dingin, sedangkan dia sebaliknya.. ia tumbuh dalam istana yang penuh dengan kehangatan keluarganya. Lalu terpikir, dia bahkan tak akan melihatku jika tahu kondisi keluargaku yang sebenarnya?”, ujarnya sambil sesekali menyeka air matanya yang semakin sulit dibendung. Kenapa kamu bisa berpikir demikian? Tanyaku lagi. “Entahlah, aku takut.. tiba-tiba saja tanya itu menyergap, aku merasa aku tak akan pernah menjadi gadis yang pantas untuk lelaki seperti dia. Apa ini salah? jawablah apa aku salah?.” Aku sejenak terdiam, ini pertanyaan yang sulit dijawab, dan mungkin si lelaki bermata teduhlah yang berhak menjawabnya.
Aku lalu mengusap rambut sahabatku ini.. Ukhti, aku mengenalmu lama, cukup lama untuk tahu isi kulitmu. “Kalaulah pertanyaan itu kamu tujukan padaku, maka jawabanku adalah sangat pantas, kamu sangat pantas untuk dicintai, bahkan oleh lelaki yang berkali lipat lebih baik si pemilik mata teduh.” Tangisnya perlahan berhenti, lalu ia kembali bertanya, “mengapa demikian?”- “Kamu gadis baik, sangat baik.. kamu tumbuh sempurna meski tanpa dua sayap yang harusnya menopangmu. Kamu gadis yang menjaga kesucianmu, tanpa embel-embel mantan dalam catatan percintaanmu. Akh aku saja, tak punya rekam jejak sebersih kamu sahabat. Kamu tahu, kamu punya jiwa sosial yang sangat tinggi, matamu saat melihat mereka yg ‘papa’ itu bercahaya... aku bisa melihatnya, betapa kamu menyayangi dan kerap mendoakan mereka diam-diam. Ada lagi satu amalan yang kupelajari darimu, tentang sebait doa yg diam-diam kau lafadzkan tatkala melewati sebuah makam. Kau selalu mendoakan mereka, meminta kuburnya dilapangkan dan dosa-dosanya diampuni, meraka yang tak pernah kau kenal, dan mungkin saja dilupakan oleh mereka yang mengenalnya. Aku lelah jika harus mengurai betapa mengagumkannya dirimu, jadi berhentilah mengangis ukhti. Kamu indah dan hanya mereka yang indah yang mampu melihat indahmu.” Ditatap lekat-lekatnya mataku, seolah mencari jawaban apakah yang kuutarakan tadi adalah sebuah kejujuran, atau sebaliknya. “Kamu tak percaya? Adakah yang kukatakan tadi yang tak kau perbuat?. “Aku tak mengatakan ini hanya untuk meredakan tangismu, tidak sama sekali. Aku ingin membuka kamu matamu, bercerminlah... tapi bercerminlah pada kaca yang bersih, lalu lihatlah rupamu yang sejati. Berhentilah berpikir yang tidak-tidak, tentang presepsi si lelaki bermata teduh, tentang masa depanmu dan terutama tentang pernikahan. Kamu gadis baik, dan sesuai janji-Nya pastilah akan berjodoh dengan dia yang baik pula.”
“Aku mencoba memahami mengapa kamu terkadang melihat penikahan sebagai sebuah surga dan neraka nyaris dalam sebuah bingkai yang sama. Tapi kamu juga harus tahu bahwa esensi pernikahan tak sesederhana itu. Praktisnya, kamu baru akan tahu ketika kau menapakinya... nah, yang perlu kamu lakukan hanya satu ukhti, berbenah. Mulailah membenahi hatimu, meyusun kembali memori indah tentang sebuah keluarga, tentang sebuah pertalian suci yang bernama pernikahan. Kau harus merobohkan benteng-benteng yang kau bangun tinggi-tinggi untuk bisa memahami hal ini. Kemudian tentang rasa yang diam-diam tumbuh kepada si lelaki bermata teduh, kamu tak punya banyak pilihan selain membuatkan bilik, yang harus kau tutup rapat-rapat. Singkaplah tutup itu sampai jawaban tentang ‘dia’ tak lagi abu-abu. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik bagimu, semuanya kembali lagi padamu, seberapa banyak langkah maju yang mau kamu tempuh dan seberapa banyak ibrah yang mau kamu petik dari semua hal yang terjadi padamu.”

Gadis manis ini tak berkata-kata, hanya anggukan kecil dan tatapan haru yang tersirat dari binar mata indahnya. Ia lalu memelukku, erat dan bergumam “syukron ukhti, kini aku tahu apa yang harus kulakukan.”

Definisi Baik

Disatu malam dengan latar rintik hujan yang terdengar syahdu, berlangsung sebuah percakapan singkat tentang definisi baik. Yaah... kami yang malam ini memutuskan untuk tidur lebih cepat dari biasanya, ternyata belum berhasil menjinakkan mata kami. Alhasil dari pada sibuk menghitung jumlah domba demi mengundang kantuk, kami akhirnya terlibat dalam obrolan malam yang lagi-lagi tentang topik yang serupa tapi sama.

Nyndia: Kak kalo kamu tiba-tiba dilamar gimana?
Aku: Ya gimana? Kalo yang datang orangnya baik ya aku terima mungkin... Hehehe...
Nyndia: Orang yang baik itu kaya' mana sih?
Aku: Definisi baik menurut setiap orangkan beda-beda. Kamu bisa bilang dia orang baik, sedang menurutku bisa jadi biasa aja, atau sebaliknya aku memuji dia baik setinggi langit, sedang kamu bilang... nothing special ah kak!
Nyndia: Maksudnya gimana kak? Jelasin doong..
Aku: Kriteria baik menurutku bukan hanya soal dia taat pada Allah, dan memuliakan keluarganya, tapi juga dia yang tidak merokok. Sebutlah ini syarat yang terbilang muluk bagi sebagian orang, tapi mutlak menurutku. (Lagi-lagi prinsipku soal perokok aktif tidak bisa ditawar, “sama dirinya sendiri aja g’ sayang, gimana mau sayang orang lain??”. Pemahaman soal ini beberapa kali dikritisi sahabat dekatku. ”Kamu jangan bikin standar kayak gitu deh, aku aja juga tadinya g suka sama perokok, eh dapetnya si dia yang ternyata perokok... tapi ya mau gimana lagi?, udah keburu sayang sih”, ujar temanku yang berencana menikah tahun depan. Jujur, sulit bagiku untuk mengagumi apalagi jatuh cinta dengan lelaki yang juga perokok, entah mengapa seseorang yang awalnya menurutku mempesona akan langsung menjadi biasa ketika kebiasaan merokoknya terungkap. Akh maaf teman, sepertinya agaknya susah mentolerir yang satu ini -_-).
Nyndia: Oh gitu ya kak? Ini seperti definisi baik menurut temanku yang menilai seseorang dari banyak sedikitnya hapalan qur’annya ya?.
Aku: Yap! bisa jadi hafidz qur’an yang sudah khatam sekian juz adalah kriteria baik menurut temanmu dan mereka yang hanya hapal sekian surat di juz 30 tergolong biasa-biasa saja. Bagiku  justru hal tsb bukan masalah karena aku sadar hapalan aku juga ala kadarnya, trus ngarep dia yang hapalannya banyak? Itu mah aku yang g ngaca! >,<. Dari sini kita juga bisa paham mengapa kita bisa mencintai orang yang berbeda-beda. Kebayang g, kalo definisi “baik” menurut semua manusia itu sama?, mungkin satu orang bisa diperebutkan jutaan bahkan miliaran manusia. So, sekarang tugas kita tinggal berbenah, memperbaiki kekurangan kita yang berjibun ini, ingat  hukum kepantasan;  yang baik untuk yang baik.
Nyndia: Iya kak.. semoga bisa istiqomah memperbaiki diri dan pastinya kita tidak jatuh kedalam maksiat pacaran. Haha... :D
Aku: Yuhuuu... Amiiin... Bisa g’ pernah pacaran sampai detik ini sebetulnya ajaib bagiku, wong orang yang aku taksir kan tipakal ikhwan gitu.. boro pacaran komunikasi yang g penting aja tidak. Itulah hebatnya Allah, beliau tahu iman aku lemah, coba aja kalo orang yg aku taksir ngajak pacaran... pasti udah ngangguk deh aku. Hahaha...
Nyndia: Iya sama kak...
Aku: Udah ah ngantuuk... galau timenya kapan-kapan dilajutin lagi yaa...
Nyndia: Zzzzzzzzzzz... *hening ( Dia udah nyuri start duluan ternyata >,<")