Monday, July 15, 2013

Ibumu... Ibumu... Lagi, ibumu

Entah kebetulan atau tidak, saya seringkali mendengar kisah anak laki-laki yang durhaka pada ibundanya. Sejak kecil kita sudah dijejali kisah si Malin Kundang, seorang anak lelaki yang tidak mengakui ibundanya dihadapan istrinya yang jelita dan kaya hanya karena malu, sebab beliau adalah wanita miskin yang berpakaian lusuh dan kotor. Di kehidupan nyata, saya pun banyak menjumpai kisah si Malin dengan variasi yang berbeda. Ini bukan lantaran saya mengklaim anak perempuan tak ada yang durhaka, hanya saja kisah mereka mungkin jarang terekspos atau bersentuhan dengan dunia nyata saya. Si Malin bisa siapa saja, siapapun yang durhaka tak peduli gender, strata soasial dan embel-embel lainnya.

Tangan saya gatal untuk menulis tentang ini, setelah belum lama sahabat saya berkisah tentang tingkah adiknya yang membuat ibundanya menangis. Adiknya menolak saran keluarga besarnya khususnya ibunya  yang terkesan turut campur dengan urusan “percintaan”nya. Gadis yang dicintainya tidak di acc ibunya karena beberapa sebab yang sangat pribadi, tapi cukup masuk akal untuk dimengerti. Klasik memang kalau berbicara mengenai urusan yang menyangkut hati ini, tapi entah mengapa tetap saja membuat gregetan. Sungguh miris, mengingat lakon utama dalam kisah ini adalah seorang anak laki-laki yang dahulu begitu dibanggakan sang ibu, yang berpayah-payah mengandungnya 9 bulan, melahirkan dengan nyawanya sebagai taruhan, lalu menyapih dan membesarkannya penuh cinta kasih.

Dilihat dari sudut pandang manapun, takkan pernah cukup pembenaran untuk semua tindakan yang bisa membuat air mata beliau bercucuran. Tak akan pernah cukup, sebab dunia dan isinya tak akan pernah cukup membayar “cinta” beliau yang tak bertepi. Allah sendiri begitu sangat memuliakan mahluk yang bernama ibu dan Nabi Muhammad pun demikian, dalam suatu riwayat Dari Abu Hurairah RA, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim). Untuk mengetahui mengapa demikian, dalam Al Quran sudah sangat banyak menjawab pertanyaan ini, diantaranya :

·    “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (Qs. Al-Ahqaaf : 15).

·   “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (Qs. Luqman : 14).

Berbakti kepada ibu ibaratnya seperti jalan tol untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan Allah. Rasulullah bersabda ”Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu” (HR. Al Baihaqy dan Syaikh Al Albany). Doa orangtua bisa menjadi perisai pelindung terkuat bagi anaknya, bisa pula menjadi senjata paling ampuh untuk membinasakan anaknya. Seandainya seorang anak yang durhaka kepada orangtua, lalu kedua atau salah satunya mendoakan kejelekan untuknya, maka doanya pastilah dikabulkan oleh Allah. Sebagaimana dalam hadits Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga doa yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) doa kedua orang tua terhadap anaknya, (2) doa musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) doa orang yang dizhalimin” (HR. Al-Bukhari).

Dalam suatu kisah yang lain : Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang Yaman itu bersenandung, “Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.” Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan” (HR. Syaikh Al Albani). Subahanallah... Apalah kita jika dibandingkan dengan “pengabdian” si anak, kenyataannya itu saja belum mampu melunasi “hutang”nya pun hanya helaan nafas sang ibu ketika melahirkannya. Menurut penelitian nyeri pada saat melahirkan melahirkan memiliki derajat yang paling tinggi diantara rasa nyeri yang lain. Dua orang pria di US penasaran ingin merasakan sensasi melahirkan, perutnya ditempelkan elektroda yang mensimulasikan kontraksi saat ingin melahirkan. Seorang pria berseru "Ini awal persalinan? Rasanya seperti seseorang mengukir perut saya dengan gergaji!."

Cerita lain yang sering dijumpai adalah kisah menantu perempuan dan mertuanya yang tak saling sapa pun hanya basa basi bertukar kabar. Hubungan istri dan mertua sering digambarkan tak akur, meski lagi-lagi memang tidak semua demikinan. Istri memang menjadi wanita yang paling dekat dengan seorang lelaki tatkala ia menikah, sehingga peran ibu sebagian besar tergantikan oleh wanita yang secara penuh menemani hari-harinya. Ingatlah bahwa hak ibu (orangtua) terhadap anaknya tidak serta merta hilang, hanya karena sebuah pernikahan. Sayangnya tak banyak dari anak lelaki ini yang bisa memaksimalkan peran kedua wanita mulia ini secara bersamaan, menjadikan keduanya duet maut yang bisa menghebatkan harinya. Ok, memang tak sepenuhnya salah si lelaki jika istrinya secara emosional kurang dekat dengan ibunya, namun sedikit banyak si lelaki adalah orang yang paling tepat dan berkewajiban untuk menjembatani keduanya agar memiliki hubungan layaknya ibu dan anak kandungnya. Sudah sepantasnya kita memilih pasangan yang tidak hanya mencintai kita secara personal, namun juga utuh mencintai keluarga kita. Saya pribadi sangat mensyaratkan hal ini dan berjanji akan mencintai keluarga suami saya kelak, sebagaimana mencintai keluarga saya sendiri *InsyAllah Aamin:). Satu hal penting yang harus diingat oleh perempuan yang kelak atau sudah menjadi istri seseorang (termasuk saya juga);  Saat bertemu dengan lelaki yang membuat kita jatuh cinta, adalah ketika lelaki  itu telah bermetamorfosa  menjadi sosok yang kita kagumi, dewasa dan bijaksana. Ingatlah ia tidak terlahir otomatis langsung menjelma menjadi sosok mempesona dengan semua atribut yang melekat padanya, kita juga tak mencintainya sejak kecil, ketika ia masih sangat rewel dan hanya bisa menangis. Dibutuhkan dedikasi jangka panjang untuk mendewasakan dan menghebatkannya, dan tugas mulia ini telah diemban dengan penuh keikhlasan oleh perempuan lain yang bernama ibu. Jadi berterima kasihlah kepada beliau dengan sebaik-baiknya pengabdian. Orang bijak berkata: "Dibalik pria yang hebat (baca:sukses), ada wanita yang hebat pula." Konteks wanita yang dimaksud disini jelas bukanlah PACAR yang hebat, masih mungkin ISTRI yang hebat; tapi pasti ada IBU yang luar biasa hebat.”
Pesan cinta untuk lelaki hebat "Be a good son and a wise husband."
Depok, 15 Juli 2013