Entah
kebetulan atau tidak, saya seringkali mendengar kisah anak laki-laki yang
durhaka pada ibundanya. Sejak kecil kita sudah dijejali kisah si Malin Kundang,
seorang anak lelaki yang tidak mengakui ibundanya dihadapan istrinya yang
jelita dan kaya hanya karena malu, sebab beliau adalah wanita miskin yang berpakaian lusuh dan kotor. Di kehidupan nyata, saya pun
banyak menjumpai kisah si Malin dengan variasi yang berbeda. Ini bukan lantaran
saya mengklaim anak perempuan tak ada yang durhaka, hanya saja kisah mereka mungkin
jarang terekspos atau bersentuhan dengan dunia nyata saya. Si Malin bisa siapa
saja, siapapun yang durhaka tak peduli gender, strata soasial dan embel-embel
lainnya.
Tangan
saya gatal untuk menulis tentang ini, setelah belum lama sahabat saya berkisah
tentang tingkah adiknya yang membuat ibundanya menangis. Adiknya menolak saran
keluarga besarnya khususnya ibunya yang terkesan turut campur dengan
urusan “percintaan”nya. Gadis yang dicintainya tidak di acc ibunya karena
beberapa sebab yang sangat pribadi, tapi cukup masuk akal untuk dimengerti.
Klasik memang kalau berbicara mengenai urusan yang menyangkut hati ini, tapi
entah mengapa tetap saja membuat gregetan. Sungguh miris, mengingat lakon utama
dalam kisah ini adalah seorang anak laki-laki yang dahulu begitu dibanggakan
sang ibu, yang berpayah-payah mengandungnya 9 bulan, melahirkan dengan nyawanya
sebagai taruhan, lalu menyapih dan membesarkannya penuh cinta kasih.
Dilihat
dari sudut pandang manapun, takkan pernah cukup pembenaran untuk semua tindakan
yang bisa membuat air mata beliau bercucuran. Tak akan pernah cukup, sebab
dunia dan isinya tak akan pernah cukup membayar “cinta” beliau yang tak
bertepi. Allah sendiri begitu sangat memuliakan mahluk yang bernama ibu dan
Nabi Muhammad pun demikian, dalam suatu riwayat Dari Abu Hurairah RA,
beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada
siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam
menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’
Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut
bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang
tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim). Untuk
mengetahui mengapa demikian, dalam Al Quran sudah sangat banyak menjawab
pertanyaan ini, diantaranya :
· “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua
orangtuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh
bulan, sehingga
apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh
yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada
anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri” (Qs. Al-Ahqaaf
: 15).
· “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (Qs.
Luqman : 14).
Berbakti
kepada ibu ibaratnya seperti jalan tol untuk membangun hubungan yang lebih
dekat dengan Allah. Rasulullah bersabda ”Aku tidak
mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain
berbakti kepada ibu” (HR. Al Baihaqy dan Syaikh Al Albany). Doa orangtua
bisa menjadi perisai pelindung terkuat bagi anaknya, bisa pula menjadi senjata
paling ampuh untuk membinasakan anaknya. Seandainya seorang anak yang durhaka
kepada orangtua, lalu kedua atau salah satunya mendoakan kejelekan untuknya, maka doanya
pastilah dikabulkan oleh Allah. Sebagaimana dalam hadits Nabi Shalallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga doa yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) doa kedua orang tua terhadap anaknya, (2) doa musafir-orang
yang sedang dalam perjalanan-, (3) doa orang yang dizhalimin” (HR. Al-Bukhari).
Dalam
suatu kisah yang lain : Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang
penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya
di punggungnya. Orang Yaman itu bersenandung, “Sesungguhnya diriku adalah
tunggangan ibu yang sangat patuh.” Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar,
“Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar
menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun
setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan” (HR. Syaikh Al
Albani). Subahanallah... Apalah kita jika dibandingkan dengan “pengabdian”
si anak, kenyataannya itu saja belum mampu melunasi “hutang”nya pun hanya helaan
nafas sang ibu ketika melahirkannya. Menurut penelitian nyeri pada saat melahirkan melahirkan memiliki
derajat yang paling tinggi diantara rasa nyeri yang lain. Dua orang pria di US penasaran ingin merasakan sensasi melahirkan, perutnya ditempelkan elektroda yang mensimulasikan kontraksi saat ingin melahirkan. Seorang pria berseru "Ini awal persalinan? Rasanya seperti seseorang mengukir perut saya dengan gergaji!."
Cerita
lain yang sering dijumpai adalah kisah menantu perempuan dan mertuanya yang tak
saling sapa pun hanya basa basi bertukar kabar. Hubungan istri dan mertua
sering digambarkan tak akur, meski lagi-lagi memang tidak semua demikinan.
Istri memang menjadi wanita yang paling dekat dengan seorang lelaki tatkala ia
menikah, sehingga peran ibu sebagian besar tergantikan oleh wanita yang secara
penuh menemani hari-harinya. Ingatlah bahwa hak ibu (orangtua) terhadap anaknya tidak serta merta hilang, hanya karena sebuah pernikahan. Sayangnya tak banyak dari anak lelaki ini yang
bisa memaksimalkan peran kedua wanita mulia ini secara bersamaan, menjadikan
keduanya duet maut yang bisa menghebatkan harinya. Ok, memang tak sepenuhnya
salah si lelaki jika istrinya secara emosional kurang dekat dengan
ibunya, namun sedikit banyak si lelaki adalah orang yang paling tepat dan
berkewajiban untuk menjembatani keduanya agar memiliki hubungan layaknya ibu
dan anak kandungnya. Sudah sepantasnya kita memilih pasangan yang tidak hanya
mencintai kita secara personal, namun juga utuh mencintai keluarga kita. Saya
pribadi sangat mensyaratkan hal ini dan berjanji akan mencintai keluarga suami
saya kelak, sebagaimana mencintai keluarga saya sendiri *InsyAllah Aamin:).
Satu hal penting yang harus diingat oleh perempuan yang kelak atau sudah menjadi istri
seseorang (termasuk saya juga); Saat bertemu dengan lelaki yang membuat kita jatuh
cinta, adalah ketika lelaki itu telah bermetamorfosa menjadi sosok yang kita kagumi, dewasa dan bijaksana. Ingatlah ia tidak terlahir otomatis langsung menjelma menjadi sosok mempesona dengan semua atribut yang melekat padanya, kita juga tak mencintainya sejak kecil, ketika ia masih sangat rewel dan hanya bisa menangis. Dibutuhkan dedikasi jangka panjang untuk mendewasakan dan menghebatkannya, dan tugas mulia ini telah diemban dengan penuh keikhlasan oleh perempuan lain yang bernama ibu. Jadi
berterima kasihlah kepada beliau dengan sebaik-baiknya pengabdian. Orang bijak berkata: "Dibalik pria yang hebat
(baca:sukses), ada wanita yang hebat pula." Konteks wanita yang dimaksud
disini jelas bukanlah PACAR yang hebat, masih mungkin ISTRI yang hebat; tapi
pasti ada IBU yang luar biasa hebat.”
Pesan cinta untuk lelaki hebat "Be a good son and a wise husband."
Pesan cinta untuk lelaki hebat "Be a good son and a wise husband."
No comments:
Post a Comment