Pernah
dengar kalimat yang bilang “Orang rajin
bisa mengalahkan orang pintar, namun keduanya dikalahkan oleh orang yang
beruntung”?. Aku pernah mengalami moment yang merangkum kalimat diatas, percaya
g percaya.. orang beruntung itu memang ada kawan. Kisah ini bermula ketika aku duduk
dibangku SMA, saat itu sekolah membuka pendaftaran pelatihan untuk bakal calon peserta
olimpiade sains. Sebagai murid rata-rata dalam hal akademik, awalnya aku tak tertarik mendaftar dibidang apapun. Guru asuhku adalah guru biologi handal
lulusan IPB, beliau memotivasiku coba mendaftar dikelas Biologi. Oke, bukan
saran yang muluk, mengingat dibanding mata pelajaran lain (Matematika, Fisika
dan Kimia), nilai Biologikulah yang paling mendingan, tapi juga tak bisa dibilang
excellent. Aku memang tipe yang lebih
suka bergelut dengan kata ketimbang harus berjibaku dengan rumus ngejelimet.
Tapi jujur dibanding Biologi aku lebih tertarik Bahasa Indonesia, Geografi dan
Sejarah.. Hahaha... (kok iso yo nyasar di FK??:D).
Aku lalu memberanikan diri memilih
Biologi, sialnya peminat Biologi tak tanggung-tanggung! kelas diiisi oleh
wajah-wajah meyakinkan penghuni rangking umum. Jangan ditanya rangking umumku
berapa, wong masuk rangking dikelas aja tidak -.- #kalem, bahkan si pemilik
rangking 1 diangkatanku yang juga pemegang juara umum se-sekolah turut meramaikan
kompetisi (Saat ini beliau tengah merampungkan tesis master di Virginia tech
University, US). Bisa dibilang diatas kertas, kans aku untuk menjadi wakil
sekolah ke ajang yang lebih tinggi bisa dibilang mustahil. Itu menurut
itung-itungan manusia loh yaa, tapi tenyata Allah berkendak lain.
Seleksi
olimpiade ini berjenjang, dari tahap sekolah, kabupaten, provinsi lalu
nasional. Di tahap sekolah nilai aku tenyata memenuhi syarat untuk dikirim ke
level kabupaten, ada 5 orang waktu itu dan aku mungkin nama yang paling tidak
diunggulkan. Tak disangka-sangka saat pengumumuan hasil final kabupaten, namaku
menempati posisi pertama, yaah nilaiku bahkan jauh mengungguli peringkat ke2
yang diisi oleh seniorku anak kelas 2 (Saat ini beliau sdh wara wiri di Tipi
sbg pemenang kontes sebuah merk susu khusus lelaki, juga berprofesi sbg dokter
#sekilasinfo), dan peringkat 3 yang diisi temanku si pemilik rangking umum.
See?? Jangan tanya bagaimana perasaanku waktu itu?? Bingung... haru... g
percaya!! Kesemuanya diseduh jadi satu :D. Seingatku test waktu itu ada 200
nomor dengan sistem serupa SPMB (benar +4, salah -1) dan “bodohnya” aku lupa
soal peraturan itu, aku menjawab kesemua 200 soal itu temans! Yaaah... tanpa
alpa, dan menjadi satu-satunya peserta yang menjawab semua soal yang diujikan. Alhasil menurut penuturan guruku yang turut menjadi tim penilai, beliau sempat "takikardi" saat lembar
jawabanku akan dikoreksi. Guruku khawatir nilai minus, dan itu pasti akan sangat memalukan -_-”.
Juara
dilevel kabupaten sebetulnya adalah gambaran dilevel berikutnya, mengapa? Tanpa
bermaksud sombong, untuk ukuran regional sekolahku bisa dibilang salah satu
yang terbaik. Nyaris dari tahun ketahun wakil olimpiade sains provinsi
didominasi sekolah kami, tak tanggung-tanggung presentasinya almost 100%. Jadi bisa
dibilang sainganku saat itu teman-teman seperguruanku juga. Sayangnya ditingkat
yang lebih tinggi ini, "dewi fortuna" tak lagi menaungiku. Aku hanya duduk
diperingkat kedua dan posisi pertama sekaligus wakil ke nasional diisi oleh
temanku yang di tingkat kabupaten bertengger di peringkat ke 4. See again? Ga ada yg g mungkin bukan?. Tahun berikutnya (kelas 2), berbekal pengalaman tahun
lalu aku pun mengikuti ajang yang sama. Hasilnya? Kejutan tahun lalu kembali berulang, ditingkat
kabupaten aku kembali menggondol posisi pertama, dan menjadi runner up
ditingkat provinsi. Dari bocoran guruku, ternyata nilaiku dengan temanku yang
menjadi juara 1 hanya terpaut 1 soal. Akh, lagi-lagi nyaris... tapi tak apalah
setidaknya lewat ajang ini aku menemukan banyak pelajaran tak ternilai, dan
satu lagi akupun mendapatkan bonus rupiah yang terbilang lumayan. 2 juta rupiah dibayar tunai (dipotong pajak 25%) dan inilah uang
pertama yang kuhasilkan sendiri.. bahagianyaaaa... Waktu itu dengan bangga ku
menelpon mamah “Mah, Ika dpt rejeki nih.. mama lagi butuh duit g?” #belagumodeon. *Berasa kayaaaa bangeeet
waktu mengang duit segitu.. Harap maklum! masih ababil kere soalnya.. :D
Kalau
ada yang sesumbar berkata saat itu aku juara karena beruntung, ya akupun
setuju. Akh terkadang menjadi orang yang beruntung itu menyenangkan
kawan! Thanks to Allah... sang pencipta “keberuntungan” yang sejati. So, I’am a
lucky girl? Maybe?! :P
No comments:
Post a Comment